Biaya Rehabilitasi Korban Narkoba Capai Rp 100 Juta
Kebijakan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur bersama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Jatim yang mewajibkan calon pengantin baru melakukan tes narkoba pada bulan Agustus mendatang mendapat komentar dari aktivis antinarkoba Patri Handoyo.
Patri menilai, langkah yang diambil pemerintah tersebut ada positif dan negatifnya. Menurut Patri hal positifnya ialah bisa membantu merehabilitasi calon pengantin yang benar-benar ketergantungan akan salah satu jenis narkoba.
“Nah positifnya kalau memang benar-benar diadakan rehab ya bagi yang positif narkoba, mereka calon pengantin bisa mengetahui apakah pasangannya pengguna narkoba atau tidak. Terutama mereka yang ketergantungan jenis narkoba seperti heroin ya,” ujar Patri kepada ngopibareng.id beberapa waktu lalu di Surabaya.
Patri menjelaskan juga dampak negatif yang akan diterima bila seorang calon pengantin positif menggunakan narkoba Salah satunya rehabilitasi yang tidak murah.
“Ya kalau negatif pasti banyak orang yang direhab gak jelas. Misal saya minum bir terus saya nikah terus saya positif dan saya direhab padahal cuma beli pas gajian aja. Nah kalau memang proses rehab itu diperlukan untuk syarat lulus tes narkoba, berapa banyak duit yang dikeluarin calon pengantin untuk rehab, karena rehab tidak ada yang gratis,” jelas Patri.
Penulis buku Menggugat Perang Terhadap Narkoba tersebut membeberkan harga yang harus dibayar seseorang untuk proses rehabilitasi berkisar 2 hingga 100 juta rupiah per-bulannya.
“Tergantung fasilitas juga ya. Kalau inap mahalnya kan biaya makan, peralatan mandi dan lain lain. Nah yang 100 juta itu ada loh di daerah Bali sana. Itu biaya sebulan loh ya,” terangnya.
Patri menegaskan bahwa ada beberapa narkoba yang perlu untuk proses rehabilitasi, seperti heroin. Hal ini mengacu pada literatur ilmiah yang menyebut anak dari pasangan pengantin bisa memiliki ketergantungan yang sama dengan orang tuanya.
“Kalau heroin mah harus direhab, karena memang tingkat ketergantungannya tinggi. Setiap beberapa jam uda butuh suntik lagi. Apalagi yang memakai calon pengantin perempuan. Bisa berdampak ke anaknya walau tidak langsung. Tapi secara umum heroin memang merugikan untuk suatu pasangan, karena hargannya juga yang kelewat mahal,” tegasnya.
Tak lupa Patri menganggap tes narkoba tersebut bisa memunculkan dampak sanksi sosial yang diterima oleh salah satu pasangan yang positif. Hal ini bisa berakibat gagalnya suatu pernikahan.
“Wah bisa-bisa batal nikah kalau misal salah satu pihak tidak menerima pasangannya positif narkoba,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Kakanwil Kemenag Jatim bersama BNNP akan menetapkan syarat lulus tes narkoba sebagai salah satu kewajiban yang harus dimiliki kedua calon pengantin untuk menikah. Rencananya kebijakan ini akan mulai diterapkan pada bulan Agustus 2019.