Muslim Aktivis Ini Ditabrak, Lalu Ditangkap Polisi Myanmar
Salah seorang aktivis paling terkenal memprotes junta militer Myanmar menjadi sasaran penangkapan. Pasukan keamanan penguasa militer, terus melakukan tindakan keras terhadap gerakan oposisi.
Wai Moe Naing, seorang pria Muslim berusia 25 tahun, dilaporkan ditabrak oleh mobil polisi yang tidak bertanda. Saat itu, dia memimpin protes dengan sepeda motornya di kota utara Monywa. Wai Moe Naing, kemudian ditahan oleh pasukan keamanan, dikutip Deutsche Welle, Jumat 16 April 2021.
Pengguna Twitter menyerukan pembebasannya dengan tagar #FreeWaiMoeNaing. Pasukan keamanan belum merinci atas tuduhan apa Naing ditangkap.
"Tindakan mengerikan ini semakin menunjukkan mengapa rakyat Myanmar tidak menerima rezim militer," twit Kedutaan Besar AS menanggapi penangkapan tersebut.
"Kami menyerukan pembebasan lebih dari 3.000 orang yang ditahan oleh rezim, dan kami mendukung orang-orang yang berjuang untuk demokrasi."
80 Lebih Pengunjuk Rasa Bago Myanmar Tewas
Terkait kekerasan itu, Pasukan keamanan Myanmar menewaskan lebih dari 80 pengunjuk rasa anti-kudeta di sebuah kota dekat Yangon. Demikian menurut laporan sebuah kelompok pemantau dan outlet berita domestik pada hari Sabtu (10 April 2021).
Pasukan menggunakan granat senapan untuk membubarkan protes di Bago, kata saksi mata dan media domestik. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) dan portal berita Myanmar Now mengatakan 82 orang tewas.
Tentara dilaporkan mengepung penduduk sejak hari Jumat pagi, menggunakan persenjataan berat. Mereka membawa orang mati ke pagoda, Myanmar Now melaporkan, mengutip seorang pemimpin kelompok protes yang berbicara dengan saksi mata.
Tidak mungkin mendapatkan jumlah pasti korban tewas karena pasukan telah mengepung daerah dekat pagoda, kata mereka, seperti dikutip dari Bangkok Post, Minggu 11 April 2021.
Rincian penumpasan brutal di Bago, 65 kilometer timur laut Yangon, membutuhkan waktu sehari penuh untuk muncul ke permukaan, ketika penduduk mengatakan kepada AFP tentang kekerasan yang dilakukan junta yang terus berlanjut dan mendorong mereka untuk melarikan diri ke desa-desa terdekat.
Pada Sabtu malam, AAAP mengonfirmasi "lebih dari 80 pengunjuk rasa anti-kudeta dibunuh oleh pasukan keamanan di Bago pada hari Jumat".
Rekaman yang diverifikasi AFP pada Jumat pagi menunjukkan pengunjuk rasa bersembunyi di balik barikade karung pasir dan memegang senapan rakitan, saat ledakan terdengar di latar belakang.
Pihak berwenang menolak untuk mengizinkan petugas penyelamat bekerja yang berada di dekat mayat-mayat itu, kata seorang penduduk.
"Mereka menumpuk semua mayat, memasukkannya ke dalam truk tentara dan membawanya pergi," katanya kepada AFP.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara pada hari Sabtu menyalahkan tindakan keras itu kepada "perusuh", dan melaporkan hanya satu orang yang tewas.
Korban tewas di Bago, jika dikonfirmasi, akan menambah 618 warga sipil yang diketahui oleh AAAP telah tewas sejak kudeta pada 1 Februari.
Berita pembunuhan massal di Bago muncul pada hari yang sama ketika 19 orang dilaporkan telah dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang kapten tentara di sebuah distrik di Yangon.
Tujuh belas orang dijatuhi hukuman in absentia, berdasarkan laporan stasiun televisi Myawaddy milik militer pada hari Jumat. Itu adalah hukuman pertama yang diumumkan di depan umum sejak kudeta 1 Februari 2021.