Aktivis Lingkungan Ajak Tolak Produk Sachetan
Plastik sachet menjadi masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini. Keberadaannya sangat mengkhawatirkan bagi lingkungan.
Asal tahu saja Indonesia merupakan negara ke 2 penyumbang terbesar sampah plastik setelah China. Dari 8 juta ton sampah per tahun, yang dapat dikelola pemerintah hanya 3 juta ton dan 5 juta ton sisanya dibakar dan ditimbun, serta 2.6 juta ton sampah dibuang ke sungai dan berakhir di laut.
Hampir setengah produk plastik kemasan terbuat dari plastik multi layer sekali pakai yang sulit didaur ulang karena strukturnya yang berlapis-lapis. Pada tahun 2017, sebanyak 438 juta ton plastik diproduksi secara global. Sepertiga digunakan sebagai kemasan sekali pakai dan terus meningkat sebanyak 40% dalam dekade berikutnya.
Dari beberapa penelitian di negara berkembang ASEAN pada tahun 2019 dari 164 juta sampah sachet yang digunakan oleh setiap orang per hari adalah 62% merupakan sachet multi-layer sama dengan 101 juta sachet multi-layer terbuang setiap hari.
Sampah terbanyak adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan jus sebanyak 21persen. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1.3 triliun pada tahun 2027 yang berpotensi menjadi sampah dan mencemari lingkungan.
Plastik sachet terdiri dari 4 lapis material, di antaranya yaitu :
1. Lapisan luar (HDPE/OPP/PS/kertas).
2. Lapisan perekat (Lem polyolefine, polyurethane)
3. Lapisan pelingung udara/ kelemban/ cahaya (EVOH/PP/PE/PVA/Aluminium) TiO2
4. Lapisan Dalam (LDPE/PP/PA)
Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain.
Sachet banyak digunakan di wilayah pedesaan sebanyak 700 ribu ton. padahal Sebagian besar desa masih tidak terlayani sistem pengelolaan sampah desa, karena layanan pemerintah hanya menjangkau area perkotaan dan yang terlayani rute angkutan sampah ke TPA.
Sampah plastik sachet yang terakumulasi di lingkungan perairan karena hanyut dan tertumpuk di bantaran sungai akan mencemari air sungai yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air PDAM, bahkan sampah sachet yang tertumpuk akan mengalami degradasi menjadi masalah baru yaitu terbentuknya mikroplastik.
Mikroplastik adalah bagian terkecil dari plastik yang telah mengalami degradasi dan berukuran (mikroskopis) <5mm. mikroplastik rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup dan masuk dalam rantai makanan.
Berdasarkan informasi dan penelitian menunjukkan bahwa terjadi pencemaran di Sungai Brantas berupa tumpukan sampah plastik yang memungkinkan adanya mikroplastik, maka dari itu
Co.Ensis yang merupakan komunitas peduli lingkungan melakukan penelitian mikroplastik di air, sedimen dan biota air Sungai Brantas pada bulan Februari-Maret 2022 yang terdiri dari tiga wilayah yang dilewati oleh Sungai Brantas dan ditentukan 9 titik pengambilan sampel di antaranya yaitu Jembatan Lama Ploso, Kawasan Industri Ploso, Dam Karet Menturus, Kesamben, Gedeg, Jembatan Gajah Mada, Perning, Legundi dan Driyorejo.
“Dari hasil penelitian Co.ensis menemukan bahwa semua sampel air, sedimen dan biota terkontaminasi mikroplastik dengan jumlah total 7540 partikel, rata-rata kelimpahan mikroplastik pada air permukaan sebesar 207 partikel/100L, pada kolom perairan sebesar 314 partikel/100 L,” kata Ananta Putra Karsa Koordinator Co.ensis (Community of environment sustainable)
Sedangkan pada sedimen rata-rata kelimpahannya 83 partikel/50 gram. Biota sungai Brantas telah terkontaminasi mikro plastik di antaranya yaitu ikan dengan rata-rata kelimpahan 159 partikel/ekor, crustacea dengan rata-rata kelimpahan 15 partikel/ekor dan pada Bivalvia sebanyak 23 partikel/ekor.
Dari temuan hasil penelitian yang mengkhawatirkan itu terkait dampak mikroplastik pada lingkungan dan biota di Kali Surabaya, komunitas Co.ensis mendesak:
Pertama pada BBWS Sungai Brantas untuk melakukan pencegahan dan pengawasan kerusakan kualitas air sungai dengan melakukan upaya pembersihan sungai.
Kedua pada DLH jawa timur menyediakan papan larangan membuang sampah ke sungai dan menambah fasilitas pembuangan sampah.
Ketiga pada produsen penghasil plastik, untuk bertanggung jawab menarik kembali atas sampah produksinya
Keempat, pada masyarakat untuk memilah sampah menjadi tiga yakni; sampah residu dibuang di TPA, sampah daur ulang dikumpulkan di bank sampah, dan sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk.
Kelima , mengajak masyarakat tolak produk sachetan, memboikot produk kemasan sachet dan kembali menggunakan produk curah tanpa kemasan, mengembangkan usaha refill produk rumah tangga menggunakan kemasan lama yang dapat diisi ulang
Keenam, menolak solusi palsu penanganan sachet yang menambah pencemaran mikroplastik ke lingkungan seperti mengolah sampah sachet menjadi campuran batu bata, aspal, dan ecobrick serta pembakaran plastik menjadi sumber energi yang kotor, melepas abu dan asap beracun dioksin dan mikroplastik ke udara dan tanah.