Aktivis Gelar Aksi Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi (ARD) aksi di depan Balaikota Malang untuk menolak revisi UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003.
Koordinator lapangan aksi ARD, Prasetyo Lanang mengungkapkan bahwa UU Ketenagakerjaan tersebut karena dianggap akan menciptakan fleksibiltas pangsa pasar tenaga kerja.
"Inilah yang akan menjadi bagian dari politik upah murah. Dalam revisi tersebut juga akan memangkas hak-hak normatif buruh perempuan," ungkapnya.
Prasetyo atau yang akrab disapa Tyo menjelaskan hak-hak normatif buruh perempuan tersebut meliputi hak cuti haid dan hak cuti hamil.
"Selain itu penerapan sistem kerja yang fleksibel melalui kontrak kerja outsourcing dan magang dapat merugikan kaum buruh," tuturnya.
Menurut Tyo dengan masih adanya PP 78, juga dianggap akan merugikan kaum buruh.
"Mengenai masih adanya PP 78 terkait sistem pengupahan yang dianggap masih jauh dari kata layak," terangnya.
Tyo menambahkan bahwa kondisi buruh di Indonesia dan Kota Malang saat ini banyak yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Serta masih banyak buruh yang belum mendapatkan jaminan hidup yang layak dan kepastian karir dalam dunia kerja,"jelasnya.
Dalam rilis yang diterima oleh ngopibareng.id ada tujuh tuntutan yang disampaikan oleh ARD. Lima di antaranya berisi mengenai buruh dan sisanya berbicara mengenai rasisme serta represifitas.
Lima tuntutan mengenai buruh itu di antaranya, tolak revisi UU Ketanagakerjaan No 13 tahun 2003, hapus sistem kerja kontrak, outsourcing dan magang.
Selanjutnya cabut PP 78 tahun 2018, wujudkan upah layak nasional dan berikan jaminan sosial.
ARD melakukan aksi di depan Balaikota Malang pada Senin 26 Agustus 2019 sekitar pukul 09.00 WIB, yang diikuti oleh ratusan massa aksi.
Tyo berharap melalui jalur litigasi dan non-litigasi bersama tekanan massa aksi. Gerakan buruh dan mahasiswa dapat menekan arah kebijakan dalam upaya revisi UU Ketenagakerjaan.
"Sekaligus adanya upaya dari pemerintah sebagai pemegang wewenang untuk dapat melibatkan kaum buruh dalam setiap pembuatan kebijakan," katanya.
Tyo mengingatkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang pro terhadap kaum buruh atau masyakarat miskin.