Aksi May Day, Berlangsung di Berbagai Daerah
Surabaya: Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto menyatakan pihaknya saat ini menggelar aksi di sejumlah daerah pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, Senin (1/5). Ia menilai aksi tahunan ini dilakukan agar pemerintah Indonesia lebih memaksimalkan dalam memberikan jaminan perlindungan kepada para pekerja Indonesia di luar sana, termasuk dalam hal imigrasi.
Aksi ini dilakukan bersama kelompok Jaringan Buruh Migran (JBM) dan jaringan buruh di daerah masing-masing. Aksi turun ke jalan pagi ini, diselenggarakan di Jakarta, Indramayu, Jawa Barat dan sejumlah daerah di Jawa Timur.
Hariyanto menuturkan, akan ada 1000 buruh yang tergabung dalam SBMI dan buruh-buruh yang ada di daerah tersebut. "Kami ikut aksi jaringan , dengan komite May Day. Ada di Jawa timur, Jawa Barat fokus di Indramayu. Ini yang turun aksi ke jalan," kata Hariyanto, Minggu (30/4).
Ia menjelaskan, selain melakukan aksi turun ke jalan, pihaknya juga menggelar dialog di sejumlah daerah dengan pejabat setempat. Kegiatan tersebut akan dilakukan di Nusa Tenggara Barat, Banten dan Lampung. "Misalnya NTB, Banten, dan Lampung lebih berdialog menyampaikan aspirasinya di dalam Disnakertrans masing-masing," tuturnya.
Dalam aksinya itu Haryanto memaparkan isu utama yang mereka suarakan saat May Day nanti, adalah soal kepastian perlindungan buruh migran di sejumlah negara asing.
Dari data yang dimiliki SBMI setidaknya dalam kurun waktu dua tahun terakhir, 2015-2016, ada 1.501 pengaduan masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari berbagai negara.
Merevisi Undang-Undang
Seperti dalam kasus di Hong Kong, yang dianggap lebih baik memberikan perlindungan bagi pekerja migran, ternyata masih banyak mengalami masalah. Ada 215 kasus aduan yang diterima dari para pekerja migran.
"93% adalah kasus pelanggaran perjanjian penempatan yang menyebabkan pekerja migran mengalami pembebanan biaya yang mahal/overcharging," ujarnya.
Lewat aksi May Day 2017 ia berharap, pemerintah untuk serius memperbaiki dan mengevaluasi tata kelola pelayanan dan pekerja migran di seluruh negara yang menjadi tujuan mereka bekerja.
Dia menekankan, pihaknya meminta pemerintah dan DPR serius dalam membahas isi revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, sesuai dengan prinsip perlindungan secara menyeluruh berdasarkan Konvensi PBB 1990 dan CEDAW. (rs)