Aksi Hardiknas, Biaya Kuliah dan Kampus Tidak Inklusif
Momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mahasiswa di dua kampus besar di Malang, Universitas Negeri Malang (UM) dan Universitas Brawijaya, melakukan demonstrasi di kampus masing-masing.
Di halaman gedung rektorat UM, puluhan mahasiswa mengeluhkan semakin tingginya biaya kuliah. Selain biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayar oleh mahasiswa setiap semester, beberapa mahasiswa juga harus membayar biaya Sumbangan Pemeliharaan Sarana Akademik (SPSA) yang jumlahnya tidak kecil.
Taufado Gallente, mahasiswa jurusan sejarah mengatakan, biaya SPSA yang harus dia bayarkan sebesar 12 juta rupiah. Sedangkan biaya UKT tiap semester yang harus ia bayarkan sebesar 5 juta rupiah. Taufado merasa keberatan dengan biaya kuliah yang berlapis-lapis ini.
"Tidak murah, jika ada praktik dan Kuliah Kerja Lapangan Harus membayar lagi," katanya.
Selain biaya kuliah, fasilitas kampus selama ini dinilai masih belum ramah disabilitas. Mereka menuntut agar kampus menjadi lebih inklusif.
Terkait tuntutan mahasiswa, Wakil Rektor III UM Mu'arifin mengatakan jika biaya kuliah justru di UM relatif murah.
"Kalau menurut saya murah. Sebenarnya murah atau mahal itu kan relatif, tergantung patokannya," ujarnya saat diwawancarai seusai menemui peserta aksi.
Mu'arifin juga mengatakan bagi mahasiswa yang keberatan juga bisa mengajukan pengurangan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) sesuai prosedur yang ada. Sedangkan untuk fasilitas yang masih belum ramah disabilitas, menurutnya hanya di gedung kampus sudah lama berdiri.
Mu’arifin mengatakan, "Gedung-gedung baru sudah, seperti gedung rektorat sudah inklusif.”
Meski begitu Mu'arifin mengatakan jika kampus akan berupaya memperbaiki fasilitas yang ada.
Aksi serupa juga dilakukan aliansi mahasiswa di Universitas Brawijaya. Mahasiswa yang tergabung Aliansi Brawijaya Menggugat Jilid III meminta rektorat dan senat untuk memberlakuan kebijakan penurunan dan penundaan UKT.
Mereka meminta agar Universitas Brawijaya meningkatkan infrastruktur, pelayanan dan pendidikan insklusif secara bertahap serta menjadikan perencanaannya ke dalam Renstra UB 2020-2025. (fjr)
Advertisement