Suasana memanas mewarnai demonstrasi para mahasiswa di gedung DPRD Kabupaten Probolinggo menolak UU Omnibus Law, Kamis, 8 Oktober 2020. Hal itu terlihat dari enam demonstran dan seorang polisi terluka, serta rusaknya sejumlah fasilitas di gedung DPRD. Sisi lain, penolakan terhadap UU Cipta Karya dilakukan dengan cara “adem ayem” di sektariat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Kota Probolinggo. Para “demonstran” melakukan doa bersama untuk menolak pemberlakuan UU yang dinilai merugikan para pekerja. Demo di gedung DPRD Jalan Raya Pajarakan, Kabupaten Probolinggo diikuti ribuan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan. Yakni, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI). Dan mereka yang terluka dalam demonstrasi itu empat mahasiswa dari masing-masing organisasi mahasiswa tersebut. Sedang dua lainnya diduga bukan mahasiswa karena mereka tidak memakai atribut organisasi mahasiswa. “Yang empat mahasiswa yang terluka jelas identitasnya. Yang dua lagi informasinya, seorang mahasiswa asal Besuk yang kuliah di Bali, satunya tidak diketahui,” kata Lina Fajriyah, aktivis PMII.
Tidak hanya enam demonstran yang terluka, satu lagi seorang polisi. Kasat Sabhara Polres Probolinggo, AKP Riduwan terluka terkena lemparan batu. “Benar, ada seorang polisi yang terluka, Kasat Sabhara kena batu, tetapi kondisi sudah membaik,” kata Kapolres Probolinggo, AKBP Ferdy Irawan. Selain menimbulkan enam demonstran dan seorang polisi terluka, demonstrasi mengakibatkan sejumlah fasilitas dedung DPRD rusak. Di antaranya, kaca pos penjaga hancur, pintu sisi barat dan pagar rusak. Demo terhadap kebijakan pemerintah sah-sah saja dilakukan warga negara. “Yang kami sayangkan sampai ricuh dan terjadi perusakan,” kata kapolres. ‘Adem Ayem’ di Kota ProbolinggoSuasana yang jauh berbeda terlihat saat K-SPSI Kota Probolinggo menggelar doa bersama untuk menolak UU Cipta Karya. Aksi di Sekretariat DPC K-SPSI itu dihadiri Wawali Mochammad Soufis Subri, Kapolres Probolinggo Kota AKBP Ambariyadi Wijaya, Ketua DPRD Abdul Mujib, Perwakilan Apindo Sahri, Ketua K-SPSI M. Faisol, dan sejumlah anggota K-SPSI. Ketua DPC K-SPSI Kota Probolinggo tidak menginstruksikan anggotanya turun ke jalan. “Kami harus bangkit, doa bersama. Kami menghindari kerusuhan,” kata M. Faisol. Diakui pengurus K-SPSI di Jawa Timur, menolak UU tersebut melalui aksi turun ke jalan. “Tapi, kami di Kota Probolinggo menggelar doa bersama,” katanya. Sementara perwakilan Apindo Kota Probolinggo, Sahri mengungkapkan, keprihatinannya terkait UU Cipta Kerja. Apindo memahami situasi dan kondisi yang terjadi secara global melanda Indonesia. Kapolres Probolinggo Kota, AKBP Ambariyadi Wijaya mengapresiasi K-SPSI. “Saya sampaikan, saat meminta ke manusia susah dan kecewa, ya minta sama Allah. Mengikuti apa yang ditetapkan Allah , selanjutnya nanti itu rahasia Allah,” katanya. Demo UU Cipta Kerja Demo Di Probolinggo Aksi Massa Tolak UU Cipta Kerja Jawa Timur