Aksi Demonstrasi di Hong Kong Gagal Kuasai Bandara
Polisi Hong Kong mencegah pengunjuk rasa beraksi ke bandara, Minggu 8 September. Dengan ketat, polisi memeriksa tiket dan paspor untuk memastikan hanya penumpang pesawat yang dapat ke bandara.
Hal itu menyusul ancaman para aktivis untuk beraksi kembali melakukan demonstrasi. Ancaman tersebut, menyusul ketidakpuasan atas RUU Ekstradisi. Meski sebelumnya, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam telah menyatakan secara resmi mencabut RUU Ekstradisi. Namun, gelombang demonstrasi masih saja memanas.
Para pengunjuk rasa juga sempat menduduki terminal kedatangan Bandara Internasional Hong Kong pada bulan lalu, menghentikan dan menunda penerbangan, di tengah serangkaian bentrokan dengan polisi.
Rencana demonstran kembali menduduki bandara kali ini digagalkan polisi. Pengunjuk rasa anti-pemerintah sedianya akan memblokir akses ke bandara internasional, tetapi polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi mereka.
Gangguan bandara yang direncanakan pada Sabtu 7 September, adalah mobilisasi massa pertama para demonstran sejak pemimpin wilayah semi-otonomi itu membuat konsesi kejutan awal pekan ini. Tapi kali ini, polisi Hong Kong sudah bersiap menghalau aksi.
Al Jazeera, Minggu 8 September 2019, mengabarkan, upaya para demonstran terhenti karena pihak berwenang membatasi layanan transportasi, meningkatkan keamanan di stasiun kereta api, dan membuat penghalang jalan di sepanjang jalan tol utama menuju fasilitas. Selain itu, juga karena polisi mengerahkan jumlah personel dalam jumlah yang jauh lebih besar di daerah sekitar bandara.
"Ada perubahan nyata dalam taktik polisi; mereka jauh lebih proaktif sekarang, mereka menghentikan orang yang mereka curigai sebagai pengunjuk rasa, yang tentu saja menimbulkan sejumlah masalah hak asasi manusia. Taktik ini akan didukung oleh beberapa sektor dari masyarakat Hong Kong tetapi, tentu saja, mereka akan dikutuk oleh banyak orang lain," ungkap Adrian Brown dari Al Jazeera yang melaporkan di Hong Kong.
Meskipun rencana menduduki bandara gagal, pengunjuk rasa tetap berkumpul di stasiun metro MTR dan mal milik operator jalur kereta api MTR Corp. Pada Jumat malam, ratusan pemrotes, banyak yang bertopeng dan berpakaian hitam, menyerang stasiun metro MTR di Semenanjung Kowloon, menghancurkan papan nama, memecahkan pintu putar, dan membakar api di jalan dan memulaskan grafiti di dinding.
Pemerintah Hong Kong menyebut perilaku itu "keterlaluan".
Demonstran memperbarui tuntutan mereka agar operator MTR merilis rekaman kamera keamanan, yang mereka yakini akan memperkuat rumor bahwa beberapa orang tewas dalam serangan polisi yang kejam di stasiun kereta bawah tanah Prince Edward pada 31 Agustus.
Dalam sebuah pernyataan hari Sabtu, polisi menegaskan bahwa tidak ada kematian sejak protes dimulai pada awal Juni, mengatakan rumor kematian secara online berbahaya dan bertujuan menabur perpecahan yang lebih dalam di masyarakat.
Di Tung Chung, di stasiun metro dan area perbelanjaan yang bersebelahan dengan bandara, pemrotes meneriakkan slogan dan menyebut polisi "pembunuh". Toko-toko pun tutup dan stasiun ditutup hingga malam.
Di stasiun Prince Edward di distrik Mong Kok, pengunjuk rasa juga berkumpul, mendorong pihak berwenang untuk menutupnya Sabtu malam.
Melumpuhkan Hong Kong
Protes yang telah berlangsung tiga bulan ini kerap melumpuhkan bagian-bagian penting Hong Kong yang merupakan pusat keuangan utama Asia. Pertempuran jalanan antara pengunjuk rasa dan polisi yang menanggapi dengan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air, hingga penangkapan para demonstran dengan kekerasan telah menarik perhatian internasional.
Protes-protes itu memberi Presiden China Xi Jinping tantangan terbesarnya sejak ia berkuasa pada 2012.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam pun telah mengumumkan konsesi yang bertujuan untuk mengakhiri protes, termasuk secara resmi membatalkan RUU ekstradisi yang sangat tidak populer, tetapi banyak yang mengatakan konsesi terlalu sedikit dan terlambat. Dia mengatakan Beijing mendukungnya "sepenuhnya".
RUU itu akan memungkinkan ekstradisi orang ke daratan China untuk diadili di pengadilan yang dikendalikan Partai Komunis. Sebaliknya, Hong Kong memiliki peradilan yang independen sejak pemerintahan Inggris.
Tetapi demonstrasi, yang dimulai pada bulan Juni, telah lama diperluas menjadi seruan untuk lebih banyak demokrasi dan banyak pemrotes telah berjanji untuk berjuang.
Hong Kong kembali ke China pada tahun 1997 di bawah formula "satu negara, dua sistem" yang menjamin kebebasan yang tidak dinikmati di daratan. Banyak warga Hong Kong takut Beijing mengikis otonomi itu.
China membantah tuduhan mencampuri urusan dan mengatakan Hong Kong adalah urusan internal. Mereka mengecam protes itu, menuduh Amerika Serikat dan Inggris mengobarkan kerusuhan, dan memperingatkan kerusakan ekonomi.
Hong Kong menghadapi resesi pertamanya dalam satu dekade. Lembaga pemeringkat kredit Fitch Ratings menurunkan peringkat jangka panjang penerbit mata uang asing Hong Kong menjadi "AA" dari "AA +" pada hari Jumat.
Departemen Luar Negeri AS memperbarui penasehat perjalanannya untuk Hong Kong, memperingatkan bahwa warga negara AS dan karyawan konsuler telah menjadi target kampanye propaganda baru-baru ini oleh China "menuduh Amerika Serikat menimbulkan kerusuhan".
Tingkat risiko keseluruhan tetap pada level terendah kedua dari ukuran empat tingkat, setelah dinaikkan pada 7 Agustus untuk mencerminkan meningkatnya kekerasan.