Aksi Demo, Isu UU Cipta Kerja Bergulir Kencang
Setelah demo kaum pekerja dan kelompok mahasiswa Cipayung plus menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja beberapa hari lalu, tanggal 13 Oktober (hari ini, Red) GNPF Ulama, Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan 212 dan kawan-kawan, melakukan demo serupa.
Pengalaman sebelumnya demo yang dilakukan berlangsung damai - tertib - bersih dan kali ini kita semua berharap hal itu akan terulang sehingga menebarkan suasana optimisme.
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tidak tinggal diam dan akan menggunakan kesempatan itu untuk menyatakan dukungannya terhadap aksi penolakan UU Ciptakerja. Tentunya sah-sah saja sesuai pasal 28 UUD 2002 dan tidak perlu mencurigainya secara berlebihan.
Tokoh kaum pekerja Said Iqbal pada 10 Oktober 2020 menyatakan belum puas atas penjelasan presiden pada 9 Oktober lalu dan bahkan mengatakan dirinya membaca pasal UU tersebut, bukannya membaca hoax seperti sinyalemen pemerintah. Artinya mungkin akan ada aksi lanjutan dari kaum pekerja, kalau situasi stagnan.
Demo hari ini akan mengarah ke istana karena konon kabarnya Senayan (gedung DPR RI) sedang sepi, banyak anggauta Dewan bergiat dan berada di luar gedung DPR - Senayan, Jakarta.
Publik mengharapkan profesionalisme Polri agar dalam menangani demo secara lebih baik dengan pendekatan simpatik dan tidak mudah terpancing.
Jelas isu UU Cipta Kerja masih bergulir kencang dan bahkan menjadi pemicu yang berpotensi menyatukan “isu isu lain" menjadi satu paket besar.
Sebagai catatan ada beberapa isu politik yang belum tuntas yaitu polarisasi politik sejak Pilkada DKI 2016 dan Pilpres 2019 yang bersumber pada tuduhan “adanya kriminalisasi ulama“.
Isu lain adalah “penangan Covid-19", tuduhan "pelemahan KPK”, ancaman “Komunis dari Utara” dan bahkan bisa melebar pada isu lama “UU Keamanan Nasional”.
Di tengah ancaman Covid-19 dan dampak perang dagang Amerika Serikat (AS) versus Republik Rakyat China (RRC), negara sedang menghadapi situasi yang tidak mudah meskipun sudah bekerja keras.
Sebaiknya pemerintah dan pihak lain menyadari besarnya risiko politik, ekonomi, sosial (kesehatan) dan keamanan, jika semua isu di atas tidak dikelola semaksimal mungkin dengan mengutamakan kepentingan bangsa.
Dr KH As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, Tinggal di Jakarta)
Advertisement