Aksi Baby Sitter Cekoki Balita di Surabaya dengan Steroid sudah Berlangsung 1 Tahun Lebih
Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkap kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga dengan motif mencekoki balita dengan obat keras dengan tersangka N, 37 tahun. Kasus ini berawal dari sebuah video yang dibuat orang tua korban yang viral di media sosial. Pasca itu, keluarga korban juga melaporkan beberapa waktu lalu.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Farman mengatakan, tersangka ini sudah menjadi baby sitter sejak korban berusia 5 bulan hingga kini berusia 2 tahun. Sedangkan praktik ini dilakukan lebih dari setahun tahun lalu.
Anak Tak Nafsu Makan
Dari keterangan yang ada, saat korban berusia 16 bulan sering mengalami muntah dan hilang nafsu makan. Kemudian pada September 2023, tersangka membeli obat gemuk penambah nafsu makan yang dibeli dari platform e-commarce. Obat tersebut diketahui obat keras yang mengandung steroid cyproheptadine dan dexamethasone. Obat itu kemudian dicampur sengan air yang kemudian diminumkan sehari sekali menjelang tidur siang.
Kemudian, lanjut Farman, pada bulan Desember 2023 korban dibawa ke dokter melakukan pemeriksaan karena mengalami flu. Saat itu, dokter menemukan kecurigaan yang disampaikan kepada orang tua korban karena berat badan korban dalam kondisi berlebihan atau overweight.
"Ketika korban jatuh sakit sebelum ketahuan kondisi balita ini sudah overweight 19,5kg," kata Farman di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa 15 Oktober 2024. Alih-alih menurunkan berat badan, tersangka terus mencekoki korban dengan obatnya.
Awal Mula Kasus Terungkap
Kasus ini kemudian terungkap ketika rekan tersangka menemukan gelas minuman korban di laci wastafel dengan kondisi terdapay serbuk warna oranye yang mengering. Serta botol kecil berisi sejumlah pil warna oranye dan biru. Sempat mengelak, namun akhirnya tersangka mengaku obat itu adalah penggemuk yang dibeli melalui apilkasi e-commerce.
Dalam kasus ini, Farman mengungkapkan bahwa korban mengetahui atau belajar cara ini dari rekannya sesama baby sitter.
"Tersangka mengetahui dari temannya, tanpa ada dosis mencampurkan dan diberikan kepada korban," ujarnya.
Ancaman Pidana
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 UU 23 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) ancaman pidana yaitu penjara lima tahun dan paling banyak Rp15 juta, atau ancaman ayat 2 yakni pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp30 juta.
"Kemudian diterapkan Pasal 436 ayat 1 dan 2 tentang Kesehatan dengan denda pidana Rp200 juta. Atau ayat 2 pidana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp500 juta," pungkasnya.