Akses Kesehatan Terbatas, Pemuda NTT Termotivasi Jadi Dokter
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang berada di timur Indonesia dengan akses kesehatan yang masih cukup sulit dan terbatas. Kondisi itulah yang menjadi motivasi tersendiri bagi M. Ikhwan Fajri Utama untuk menjadi seorang dokter.
Cita-cita pemuda asal NTT itu pun terwujud setelah dilantik dan diambil sumpahnya pada Selasa, 27 Februari 2024 lalu. Ikhwan menceritakan bahwa cita-cita sebagai seorang dokter bermula dari keprihatinan terhadap kondisi lapangan daerah asalnya, terutama kampung halamannya di NTT.
“Selain dari dorongan keluarga, saya pribadi merasa terpanggil ketika melihat kondisi kesehatan di kampung saya, miris, masih butuh banyak tenaga kesehatan untuk diperbantukan,” ujarnya, Sabtu, 2 Maret 2024.
Dirinya ingin menjadi agen perubahan untuk lingkungannya yang mengalami keterbatasan fasilitas kesehatan. Keberpihakan yang jelas terhadap masyarakat, terutama di tengah kendala-kendala kesehatan yang dihadapi dan ingin memberikan kontribusi terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Berasal dari keluarga sederhana, ayahnya hanya sebagai wiraswasta, membuat dirinya ingin memperhatikan kesehatan dari masyarakat sekitarnya.
“Kondisi di NTT itu bahkan dalam satu kota hanya punya 2-3 dokter, padahal untuk jangkauan luas di suatu kota, kita butuh lebih dari itu. Itu merupakan tantangan nyata dan membuat saya bertekad untuk memberikan jaminan kesehatan yang layak di sana,” jelasnya.
Pria kelahiran Makassar, 13 November 1999 itu mengungkapkan, pemerataan kesehatan tersebut membuat dirinya termotivasi untuk bisa merampungkan pendidikan profesi dokternya hingga lulus UKMPPD. Ke depan, dirinya ingin fokus untuk merampungkan internship yang akan dijalani.
Saat disinggung akan melanjutkan pendidikan spesialis, Ikhwan memiliki keinginan untuk mengambil spesialis urologi.
“Awalnya saya bingung untuk melanjutkan di spesialis mana, tetapi setelah menjalani koas dan UKMPPD, saya tertarik mempelajari spesialis urologi. Selain minat, tindakan operasinya juga tidak seperti bedah umum,” ucapnya.
Anak pertama dari dua bersaudara tersebut turut menceritakan bahwa selama koas, hal yang menjadi tantangan adalah setiap momen perpindahan stase. Walaupun harus mempelajari materi baru lagi, namun Ikhwan berprinsip untuk menjalaninya dengan enjoy dan ikhlas.
“Capek itu pasti ada, tapi ada rasa kepuasan tersendiri ketika dari hasil penanganan kasus atau konsultasi orang atau pasien tersebut kemudian menjadi sembuh,” ujarnya.
Secara keseluruhan, perjalanan Ikhwan mencerminkan kekuatan transformasional pendidikan dan tekad individu. Keputusannya untuk menjadi dokter sebagai bentuk kontribusi pada masyarakatnya menekankan pentingnya mengatasi kesenjangan kesehatan, serta peran penting para profesional yang berkomitmen dalam menciptakan dampak positif.