Akhirnya 'Perjalanan' Pelukis Makhfoed Berakhir Juga
Mulai hari ini tak ada lagi yang mengirimi foto lukisan-lukisan bermutu melalui medsos, terutama Facebook dan Whatsapp. Tak ada lagi yang setiap pagi, atau tiap ada teman yang berulang tahun, mendapat kiriman lukisan.
Pelukis yang dalam beberapa tahun belakangan menyapa teman-temannya melalui medsos dengan mengirim lukisan karyanya itu adalah Makhfoed. Pagi tadi, Kamis 19 April 2018, jenazah pelukis berusia 76 tahun itu dimakamkan di TPU Babat Jerawat, Surabaya.
Kita kehilangan Cak Put, panggilan akrabnya, bukan saja karena tidak ada lagi yang akan mengirim lukisan melalui medsos, tetapi lebih dari itu, dunia senirupa kehilangan salah satu ikonnya, terutama di Surabaya.
Lahir 10 Mei 1942, Makhfoed menjadi bagian dari sejarah senirupa Surabaya. Makhfoed adalah jebolan Aksera (Akademi Senirupa Surabaya) angkatan kedua tahun 1978. Dia kemudian bekerja di bagian artistik majalah Liberty tahun delapan puluhan.
Ketika itu, proses pembuatan media cetak belum secanggih sekarang, masih dilayout, sebelum lembar-lembar halaman difoto kemudian negatifnya dicetak di plat dan terakhir dipasang di mesin cetak. Makhfoed beberapa tahun bekerja di majalah Liberty di bagian artistik pada proses pra cetak ini. Ketika itu, managemen Liberty sudah masuk ke dalam grup Jawa Pos.
Tahun 1998 Makhfud pamit pada Dahlan Iskan, keluar dari Liberty karena mau total jadi seniman. Dia sudah menentukan pilihan untuk hidup sebagai pelukis. Apa bisa, tanya Dahlan Iskan pada Makhfoed, ketika itu. "Ya harus bisa," jawab Makhfoed. Dia kemudian memulai hidup sebagai pelukis. Dia memulai periode karya berjudul "Perjalanan."
Untuk jadi seniman itu harus melalui proses yaitu harus jadi suami yang baik bagi istrinya. "Kemudian menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya, barulah dia bisa menjadi seniman yang baik," kata Makhfoed suatu ketika. Maksudnya, seniman yang baik adalah yang bertanggungjawab tidak hanya pada karyanya tetapi juga pada keluarganya.
Karena ditekuni, maka karya-karyanya terus dilahirkan. Dia pameran tunggal di Jakarta, juga Jogja dan Bandung. Pameran bersama di banyak kota. Makhfoed terus berkarya di rumahnya, yang terletak di Manukan Kulon, Perumnas Tandes.
Menikmati lukisan Cak Put adalah menikmati kebebasan. Bentuk-bentuknya nglangut. Imajinatif. Warna-warnanya cerah menyenangkan. Dan atraktif. Pada warna merah yang mengkilap tiba-tiba muncul lobang hitam, kemudian muncul pohon warna biru.
Atau sekuntum bunga warna hijau, tangkainya memanjang dan berakhir di sebuah wajan warna kuning. Bebas sekali menafsirkan lukisan Cak Put. Karena dia juga bebas sekali mau menggambar apa apa saja dengan warna apa saja.
Tiap-tiap bentuk yang muncul di karya Cak Put mempunyai arti tersendiri. Karena itu lukisan Cak Put penuh dengan kejutan. Tetapi kalau diamati lebih teliti, pada semua karyanya selalu saja ada goresan warna putih, kecil, berbentuk orang berambut panjang seperti melayang. Warnanya putih transparan, atau hitam. Orang berambut panjang terurai yang melayang ini adalah ciri khas karya Cak Put.
Moh. Gufron Rosyadi, mahasiswa jurusan senirupa Fakultas Bahasa dan Seni Unesa (Universitas Negeri Surabaya), tahun 2017 lalu menyusun dan menulis sripsi untuk pendidikan S-1 berjudul "Komposisi Warna pada Lukisan Makhfoed Yang Berjudul Perjalanan Periode 2001 - 2016."
Semua lukisan Makhfoed berjudul 'Perjalanan'. Perjalanan 1 hingga yang terakhir perjalanan 700an. Menurut Gufron Rosyadi, warna-warna dominan inilah yang menjadikan lukisan Makhfoed lebih kontras dan tidak membosankan.
"Makhfoed mempunyai proses penciptaan karya yang beda dengan seniman pada umumnya. Berangkat dari ide kreatif yang diperoleh secara langsung pada saat itu juga, membuat Makhfoed terhanyut dalam alam bawah sadar. Teknik yang digunakan adalah transparan atau gradasi, yang diperoleh pada saat warna masih lembab dan nampak jelas ketika malam hari terkena sinar ultraviolet," tulisan Gubron Rosyadi pada kesimpulan skripsinya.
Tahun 2008, ketika berusia 66 tahun, Makhfoed terkena serangan stroke. Badannya sempat mengalami lumpuh sebelah, tapi kemudian berangsur sembuh meskipun tidak seratus persen pulih. Gerakannya jadi melambat. Ke mana pun dia musti ditemani istrinya yang setia, Ule Djulaeha. Tapi dalam keterbatasan gerak, Makhfoed terus berkarya. Dia terus melakukan perjalanan. Bahkan makin gila-gilaan.
"Yang bisa saya lakukan sekarang hanya menggambar. Itulah yang saya optimalkan. Melukis terus, melukis terus. Mau apalagi. Itu justru yang jadi anugerah buat saya sehingga harus saya syukuri. Kondisi kesehatan yang ada ini justru mendorong saya untuk terus melukis. Saya sudah tidak bisa ke mana-mana lagi," kata Makhfoed beberapa bulan lalu.
Januari lalu, Cak Put bersama 8 pelukis lainnya dari Surabaya masing Amdo Brada, Setyoko, M. Fauzi, Widodo Basuki, Buggy Budijanto, Beni Dewo, Yunus Jubair dan Sad Indah Ambarwati menggelar pameran bersama di Balai Budaya, Jakarta.
Kalau diajak pameran, baik pameran tunggal atau bersama, ayah dari 2 anak dan kakek dari 5 cucu ini sangat bersemangat. Begitu pula ketika pameran bersama 9 pelukis Surabaya yang bertajuk "Semanggi Suroboyo yang berlangsung 13 – 21 Januari 2018.
Dengan mobil sewaan, Makhfoed dan istrinya bersama dua cucunya berangkat ke Jakarta. "Saya yang berada di Singaraja disuruh pulang ke Surabaya. Ketika saya tiba di Surabaya ternyata bapak dan ibu sudah berangkat ke Jakarta. Lho bapak itu gimana, kesehatan bapak itu perlu dijaga. Tidak boleh bepergian jauh. Kok malah ke Jakarta dengan mobil hanya untuk datang ke pamerannya," kata anak bungsu Makhfoed, Nuari Brama Sastri pagi tadi di rumah duka.
"Sejak pulang dari Jakarta kondisi Makhfoed drop. Beberapa kali dibawa ke rumah sakit, termasuk rumah sakit BDH di Benowo. Tapi kata dokter bapak tidak apa-apa. Kelihatannya luarnya saja dia sakit, tapi di dalamnya tidak apa-apa," kata Brama menirukan dokter rumah sakit dua hari lalu. Makhfoed dibawa pulang, dan hari Rabu 18 April malam pukul 23.00, Makhfoed menghembuskan nafas terakhirnya.
Di ruang depan rumahnya yang dijadikan studio, ada 3 lukisan terakhir yang dikerjakan dalam kondisi kesehatannya yang terus menurun sejak pulang dari Jakarta. Salah satunya sebuah lukisan yang berukuran 100 X 100 yang nampak masih basah. Pada lukisan yang belum ditandatangani karena belum selesai ini, nampak bentuk sepasang batu nisan dengan warna gelap, di atas gundukan warna hijau. Apakah Makhfoed sudah merasa perjalanannya akan selesai?
Di dinding milik akun Makhfoed Pelukis pada Facebook, sejak semalam ucapan berduka dan doa untuk Makhfoed tidak berhenti, hingga malam hari. Teman-teman Cak Put, baik teman yang nyata maupun teman di dunia maya juga terus memberi komentar pada postingan teman yang lain tentang kepergiannya.
Sejak semalam pula, tak ada lagi kiriman foto lukisan dari Cak Put kepada semua temannya untuk menyampaikan selamat ulang tahun, atau sekadar menyapa selamat pagi, selamat sore maupun selamat malam. Sang pejalan telah menembus malam. (m.anis)