Akhirnya Akan Cair Utang Negara ke CMNP
Oleh: Djono W. Oesman
Kata terindah bagi sebagian orang adalah: “Cair.” Kata itu cocok buat Bos PT CMNP, Jusuf Hamka, karena utang pemerintah kepada CMNP segera dicairkan. “Pemerintah akan bayar utang ke CMNP,” kata Menko Polhukam, Mahfud MD.
------------
Itu diucapkan Mahfud kepada wartawan di kantornya seusai melakukan pertemuan dengan Jusuf Hamka, Selasa, 13 Juni 2023. Ya, akan dibayar pemerintah,” tegasnya.
Mahfud meneliti utang pemerintah kepada CMNP, setelah ditugasi Presiden Jokowi, Senin 12 Juni 2023. Sebaliknya, Presiden Jokowi juga menugasi Mahfud untuk menagih utang perorangan dan perusahaan swasta kepada pemerintah, yang belum terbayar.
Mahfud: “Saya sampaikan, bahwa benar, Presiden RI Joko Widodo telah menugaskan saya untuk mengkoordinasi pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat.”
Perintah itu datang setelah Jusuf Hamka gencar menagih utang pemerintah pada CMNP, dan diberitakan media massa secara luas. Nilai utangnya, menurut Jusuf Hamka Rp800 miliar, sudah termasuk bunga.
Seperti diberitakan, ini utang lama. Asalnya, sebelum 1997 PT CMNP punya deposito di Bank Yakin Makmur (Yama) Rp78 miliar. Bank Yama milik anak Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, Tutut. Sedangkan PT CMNP waktu itu juga milik Tutut.
Bank Yama bersama belasan bank lain kolaps, bersamaan dengan mega-krisis ekonomi Indonesia 1997. Atas saran International Monetary Fund (IMF) Presiden Soeharto melikuidasi 16 bank (termasuk Bank Yama) pada 1 November 1997.
Untuk membantu 16 bank itu mengembalikan uang deposan, pemerintah membentuk BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Tugasnya menalangi uang untuk mengembalikan uang nasabah. Nah, deposito CMNP belum terbayarkan oleh Bank Yama.
Lalu, pihak CMNP protes ke pemerintah. Tapi, tidak ditanggapi. Karena CMNP dengan Bank Yama pemiliknya sama, Tutut. Disebut terafiliasi. Jadi, deposito tidak dikembalikan.
Dikutip dari web resmi PT CMNP, perusahaan pengelola jalan tol ini didirikan 13 April 1987. Operasi komersial sejak 1990. Pada 1995 melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Jakarta.
31 Juli 2003 di Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT CMNP, Tutut menyatakan mundur dari komisaris CMNP, dan diterima oleh para pemegang saham. Tutut tidak hadir di rapat tersebut, melainkan menitipkan surat yang dibacakan di RUPSLB.
Sebelumnya, Tutut pemegang saham CMNP melalui perusahaan milik dia, PT Citra Lamtorogung Persada sebesar 7,20 persen. Setelah Tutut mundur dari komisaris CMNP, saham PT Citra Lamtorogung Persada di CMNP sudah tidak ada.
Berdasarkan data Bursa Efek Jakarta (kini jadi Bursa Efek Indonesia) 15 Juli 2003, susunan pemegang saham PT CMNP sebagai berikut:
Jasa Marga sebesar 17,79 persen. Peregrine Fixed Income 14,18 persen. Indocement Tunggal Prakarsa 8,80 persen. Hefferman 7,20 membeli dari PT Citra Lamtorogung Persada. Krakatau Steel 6,60 persen. Koperasi 0,39 persen. Publik 45,63 persen.
Jusuf Hamka masuk jadi pemegang PT CMNP pada 2012, atau sembilan tahun setelah Tutut mundur. Jusuf masuk bukan melalui melakukan akuisisi langsung, melainkan membeli saham CMNP di pasar reguler. "Saya beli saham CMNP di market," kata Jusuf kepada pers.
Jadi, saham Jusuf di CMNP masuk dalam 45,63 persen saham publik.
Nilai saham Jusuf dan isterinya 11,09 persen. Juga ada dua anak Jusuf Hamka ikut jadi pemegang saham CMNP, yakni Fitria Yusuf memegang 4,42 persen, dan Feisal Hamka 4,93 persen.
Sejak itu Jusuf dipercaya jadi pengendali CMNP. Umumnya, pengendali suatu perusahaan juga pemegang saham mayoritas perusahaan, meskipun hal ini tidak selalu benar. Pengendali bisa saja pemegang saham minoritas, tapi punya voting power tinggi, khususnya di saham dengan hak suara multipel, disebut juga Multiple Voting Shares (MVS).
MVS adalah klasifikasi saham, yang memberikan lebih dari satu suara kepada pemegang saham, dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Dikutip dari Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek yang berakhir pada 31 Maret 2023 yang disetor PT CMNP kepada pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), Muhammad Jusuf Hamka merupakan satu satunya penerima manfaat akhir dari kepemilikan saham CMNP.
Itu juga terkonfirmasi dalam laporan tahunan perusahaan, dalam edisi paling baru 2021, CMNP secara tegas menyebut Muhammad Jusuf Hamka sebagai pengendali perusahaan.
Dari semua data itu, wajar Jusuf yang mengejar utang negara terhadap CMNP. Jusuf menggugat pemerintah melalui pengadilan negeri. Pada 2012 ia memenangkan gugatan. Putusan pengadilan menyatakan, pemerintah harus membayar ke CMNP.
Pemerintah naik banding, lalu kasasi. Hasil putusan tingkat kasasi Mahkamah Agung, menguatkan putusan pengadilan negeri. Kemudian dilakukan Peninjauan Kembali (PK). Jusuf tetap menang. Perkara inkracht (berkekuatan hukum tetap). Pemerintah harus bayar deposito itu.
Dari putusan inktacht itu Jusuf menagih ke Kementerian Keuangan.
Pada 2015, Jusuf dipanggil Kepala Biro Hukum, Kementerian Keuangan, Indra Surya. Waktu itu Indra Surya mengatakan, pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji akan membayar. Tapi pemerintah minta diskon. Dari nilai yang diajukan Jusuf saat itu Rp 400 miliar akibat kalkulasi akumulasi bunga sejak Bank Yama ditutup, 1 November 1997.
Jusuf: "Waktu itu Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Saya disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon. Kemudian tercapailah angka Rp 170 miliar. Ya sudahlah, saya pikir. Asal duitnya balik saja. Lalu kami tanda tangan perjanjian. Pembayaran akan dilaksanakan dua pekan sejak perjanjian diteken.”
Perjanjian itu zonk, tidak direalisasi, sampai sekarang.
Nilai Rp 170 miliar pada 2015, menurut perhitungan Jusuf, sekarang jadi Rp 800 miliar, termasuk bunga sejak Bank Yama ditutup 1 November 1997.
Mahfud setelah berdialog dengan Jusuf mengakui, berdasar data-data yang diserahkan Jusuf kepada Mahfud tersebut, perkara sudah inkracht, pemerintah punya utang ke CMNP.
Mahfud: "Dari penjelasan dan dokumen yang saya terima, memang dari segi hukum ya negara punya utang. Karena terlepas kontroversi yang menyertai itu sudah putusan Mahkamah Agung sudah inkracht sampai PK.”
Dilanjut: "Dan ini sudah pernah diakui negara dengan satu perjanjian resmi, namun ketika ganti menteri itu tidak jalan. Dokumen lengkap saya pelajari, negara akui waktu zaman Pak Bambang Brodjonegoro. Menteri keuangannya Pak Bambang Brodjonegoro."
Akhirnya: "Ganti orang, suruh pelajari lagi. Ganti menteri, suruh pelajari lagi. Maka, sampai sekarang macet.”
Berdasar data, Bambang Brodjonegoro menjabat menteri keuangan 27 Oktober 2014 sampai 27 Juli 2016. Ia digantikan Sri Mulyani menjabat 27 Juli 2016 sampai sekarang.
Ditanya besaran utang, Mahfud menyatakan akan dihitung di Kementerian Keuangan. Ia hanya memeriksa legalitas dan sejarah utang tersebut. “Jelasnya, negara punya utang pada CMNP,” tegasnya.
Dengan begitu, kata “cair” bisa jadi kata yang terdengar indah di telinga Jusuf Hamka.
(*) Penulis adalah wartawan senior