Akademisi Unair: Perda KTR di Surabaya pakai Rekayasa Sosial
Akademisi Universitas Airlangga (Unair), Dr. Falih Suaedi menilai penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Surabaya harus dilakukan dengan rekayasa sosial alias secara bertahap.
Menurutnya, kebiasaan merokok masyarakat yang sudah mendarah daging dan menjadi gaya hidup, harus disikapi sejarah bijaksana oleh pemerintah.
Dosen administrasi publik FISIP Unair ini menjelaskan, rekayasa sosial yang ia maksud ialah memetakan kawasan mana yang benar-benar akan menerapkan larangan merokok, dan setelahnya tetap harus melakukan evaluasi kebijakan tersebut.
"Jadi tidak bisa langsung 100 persen, membuat zona merah atau kawasan percontohan dulu misalnya. Wilayah mana yang diumumkan ke masyarakat bahwa tidak boleh merokok di sana, kalau melanggar akan kena denda," terang Falih Suaedi dihubungi Ngopibareng.id, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dengan pemetaan zona merah ini, pemerintah bisa melakukan evaluasi secara berkelanjutan dan semakin menambah wilayah KTR. Dengan metode tersebut akan memberikan ruang dan waktu bagi masyarakat untuk memahami peraturan tersebut.
"Begitu juga dengan ini buatlah zona merah ada rood map-nya dulu, nanti makin lama makin luas penerapan makin kenceng gitu jadi jangan semua wilayah dulu," ujar Falih Suaedi.
Falih Suaedi mencontohkan, penerapan Perda KTR di Surabaya bisa meniru penerapan tilang elektronik yang dilakukan secara bertahap dan hanya di beberapa kawasan saja.
"E-tilang kan itu penerapannya bagus awalnya tidak di semua perempatan ada di beberapa kawasan saja. Tapi benar-benar dilakukan, seperti saya waktu itu dapat surat E-tilang akhirnya saya cerita ke keluarga, saudara dan lainnya. Ini kan juga bentuk sosialisasi. Begitu juga dengan KTR," ujarnya.
Falih Suaedi menambahkan, efektivitas dari adanya larangan tersebut juga akan berhasil apabila pemerintah penetapan reward dan punishment bagi yang merokok dan tidak merokok.
"Artinya begini reward dan punishment itu ekspresinya banyak, misalnya begini untuk yang tidak merokok memiliki akses parkir atau lainnya yang lebih mudah. Sementara untuk perokok dibuatkan akses atau tempat yang jauh dari kerumunan," jelasnya.
Hal ini menurutnya akan membantu Perda ditegakkan secara bertahap. Bukan hanya melarang tapi juga mendesain aturan agar para perokok menjadi berkurang.
"Perda memang bukan pilar satu-satunya untuk menyukseskan aturan ini, semua elemen harus mendukung termasuk pendidikan," imbuhnya.
Falih Suaedi pun berharap pemerintah Kota Surabaya bisa lebih bersabar dalam penerapan Perda KTR ini dengan melakukan rekayasa sosial serta memetakan zona merah.
"Saya harap Pak Eri (Cahyadi, Walikota Surabaya) mau sabar melakukan rekayasa sosial dan tetapkan zona merah sambil sosialisasi," tandasnya.
Sebagai informasi, Perda Nomor 2 Tahun 2019 mencabut Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (KTR dan KTM). Perda itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 110 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok.