Akademisi Kecam Peretasan Akun Twitter Epidemiolog Pandu Riono
Akademisi mengecam upaya peretasan terhadap akun Twitter milik epidemiolog UI, Dr. Pandu Riono, Akun Twitter Pandu, @dripriono, diretas sekitar Kamis malam, 20 Agustus 2020. Peretasan ini diduga berhubungan dengan kritikan Pandu Riono. Sebelumnya diketahui, pakar epidemiolog ini mengkritik hasil riset obat kombinasi Covid-19 oleh tim Universitas Airlangga bekerjasama dengan TNI dan Badan Intelejen Negara/BIN.
Serangan siber seperti ini tak hanya terjadi pada akun Twitter milik Pandu Riono. Tapi juga lembaga riset (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives/CISDI) dan pers (Tempo).
Serangan siber seperti ini bukanlah pertama terjadi. Peretasan, doxing, persekusi, dan bentuk teror lainnya melalui media siber terus berulang.
“Namun, intensitasnya menguat di masa Presiden Jokowi, dan kian terlihat di masa pandemi Covid-19. Yang menyedihkan, upaya penuntasan kasus demikian, tak pernah diungkap tuntas. Sehingga memperlihatkan kesan ketidakberdayaan negara melawan serangan siber,” kata Herlambang Wiratraman, Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya lewat keterangan tertulisnya.
Dalam kasus serangan siber terhadap Pandu Riono, CISDI, dan Tempo, merupakan ancaman pembungkaman kebebasan ekspresi dan berpendapat, sekaligus kebebasan pers. Apa yang dialami Pandu pula ancaman terjadap kebebasan akademik, yang sesungguhnya upaya mencari kebenaran dan saintifikasi dalam koridor keilmuan. Upaya tersebut dilindungi oleh Pasal 28C UUDNRI 1945 dan pula Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) maupun Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR).
KIKA dan Serikat Pengajar HAM Indonesia (SEPAHAM) Indonesia Indonesia sebagai wadah komunitas akademik dan pusat-pusat studi menilai, upaya peretasan akun media sosial terhadap Pandu Riono merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan serangan terhadap kebebasan akademik.
Oleh sebab itu, KIKA dan SEPAHAM Indonesia menyatakan sikap:
Serangan siber jelas merupakan bentuk pelanggaran HAM, khususnya kebebasan ekspresi, kebebasan akademik dan kebebasan pers. Pembiarannya dan tiadanya penegakan hukum (impunitas) justru memperparah situasi ancaman tersebut.
Mendukung setiap upaya akademisi dan institusi perguruan tinggi manapun dan dalam bentuk apapun untuk berpartisipasi serta mengembangkan saintifikasi dalam penanggulangan pandemi Covid-19 berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan akademik;
Mengecam setiap intervensi dan politisasi terhadap aktifitas santifikasi, dan memastikan kerjasama dengan lembaga-lembaga non-akademik, seperti BIN dan TNI-AD tidak menekan otonomi institusi akademik maupun kebebasan akademik.
Mendesak semua pihak untuk berkomitmen politik menghormati Undang-Undang Dasar Negara RI (pasal 28C) dan Prinsip kewajiban HAM negara (Pasal 28I ayat 4), serta Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik yaitu Prinsip Kelima: Otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik;
Mendesak kepada semua pihak yang terlibat dalam riset Covid-19 maupun saintifikasinya, menjaga prinsip keterbukaan, akuntabel termasuk kesediaan untuk kerjasama dalam mengembangkan tradisi kebebasan dan tanggung jawab akademik, sehingga menjadi kekuatan bersama dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
Menuntut negara melindungi dan menghormati kebebasan ekspresi, berpendapat, kebebasan pers serta kebebasan akademik, karena kritik di ruang publik dengan kompetensinya termasuk saat mengkritisi penanganan pandemi Covid-19 menjadi diperlukan, dan bagi pihak aparat penegak hukum, harus berdaya mengusut tuntas dan menegakkan hukum atas serangan siber.