Kembali Ditetapkan Tersangka, Setya Novanto 'Melawan'
Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR , Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP, pengacara Setnov, Fredrich Yunadi mengaku bakal menempuh upaya hukum, yakni dengan berencana mengajukan praperadilan untuk yang kedua kalinya.
"Praperadilan itu kan urusan formil, jadi tetap kami lakukan," ujarnya, di Jakarta Pusat, Sabtu, 11 November 2017.
Sayangnya, dia enggan membeberkan waktu pengajuan praperadilan ini. Paling cepat, berkas praperadilan akan diajukan pada pekan depan.
"Pengajuan praperadilan dalam waktu dekat," ucapnya.
Untuk saat ini, tim pengacara Setnov akan fokus dulu dalam urusan pidana. Diketahui, pasca dijadikan tersangka perkara korupsi e-KTP, pengacara Setnov langsung melayangkan laporan.
Setidaknya dua pimpinan dan dua penyidik KPK dilaporkan. Mereka adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman, dan penyidik KPK Ambarita Damanik.
"Pidana ini akan kami dahulukan. Begitu diumumkan langsung saya lapor. Saya tidak segan-segan," ujarnya.
Menurutnya, tim pengacara memiliki pertimbangan khusus lebih memilih jalur laporan pidana ketimbang fokus praperadilan. Menurutnya, proses penyerahan berkas pidana lebih cepat selesai ketimbang mengajukan praperadilan.
"Karena pidana itu jauh lebih cepat dan langsung menyentuh yang bersangkutan," pungkasnya.
Sementara itu, dua pimpinan dan dua penyidik KPK dilaporkan pengacara Setnov dengan sangkaan Pasal 414 jo Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan kekuasaan.
Laporan ini merupakan respon pasca KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.
Dalam kasus ini, Setnov bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Akibat dugaan tindak pidana ini, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Sebagai catatan, KPK sudah dua kali menetapkan Setnov sebagai tersangka. Penetapan tersangka pertama gugur setelah hakim praperadilan mengabulkan permohonan Setnov pada 29 September 2017.
Setnov disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (kuy)
Advertisement