Aji Santoso, Bukan Sekadar Legenda
Sejak ditangani Aji Santoso dalam tujuh pertandingan terakhir, Persebaya tak tersentuh kekalahan. Enam kali menang, sekali imbang menjadi pembeda antara Aji dengan dua pendahulunya, Djajang Nurdjaman dan Wolfgang Pikal.
Berbekal materi pemain yang sama, sentuhan magis Aji mengubah Persebaya yang terpuruk menjadi tim tangguh. Bajul Ijo pun mengamuk, enam lawan kuat mereka tumbangkan satu persatu.
Kondisi ini sangat kontras dibanding saat dikendalikan Djajang dan Pikal. Mereka gagal meningkatkan penampilan Persebaya selama berkompetisi di Liga 1 2019. Padahal, Djanur maupun Pikal bukan pelatih tembre minim pengalaman.
Djajang pernah membawa Persib Bandung merajai kompetisi kasta tertinggi ketika masih bernama Indonesia Super League (ISL) 2014. Pelatih yang akrab disapa Djanur ini juga pernah menimba ilmu kepelatihan di Inter Milan (tim raksasa Italia). Sementara Pikal cukup lama mendampingi dari Alfred Riedl ketika menjadi asistennya di Timnas Indonesia senior.
Namun, yang membedakan keduanya dengan Aji adalah akar sejarah yang kuat. Sebagai mantan pemain Persebaya, Aji sangat mengenali kultur sepak bola Surabaya. Legenda Persebaya ini juga tahu betul karakter tim Persebaya dan gaya main Bajul Ijo.
Maklum, Aji adalah mantan kapten Persebaya di Liga Indonesia. Dia termasuk salah satu penggawa generasi emas Persebaya di bawah asuhan Rusdy Bahalwan. Pelatih asal Kepanjen Malang itu pula yang mengantarkan Persebaya menjuarai kompetisi unifikasi antara Perserikatan dengan Galatama tersebut di musim 1996-1997.
Maka itu, ketika resmi didapuk menjadi pelatih Persebaya menggantikan Pikal, Aji dengan semua yang ia pahami tentang karakter permainan Persebaya memberikan sentuhan berbeda. Mengembalikan ciri khas serta karakter permainan Persebaya yang hilang selama ini.
Gaya main bola-bola pendek dengan aliran bola cepat yang menjadi ciri khas Persebaya pun mulai terlihat sejak awal kedatangan Aji di Persebaya. Hal ini tak lepas dari kemampuan eks pelatih Timnas U-23 SEA Games 2015 ini mengenali kelebihan dan kekurangan masing-masing pemainnya.
Satu hal lagi, Aji memberi kepercayaan pada pemain seperti Alwi Slamat (gelandang bertahan) yang sebelumnya jarang diturunkan. Begitu juga dengan Novan Setya Sasongko (bek sayap kanan) yang sempat lama diparkir. Hal ini menciptakan iklim persaingan yang sehat di dalam tim Persebaya.
Aji memang dikenal tak pandang bulu dalam memilih pemain di setiap pertandingan. Nama besar dan label bintang tidak ada dalam kamusnya. Siapa pun siap diparkir, dan siapa pun bisa menjadi starter. Tentu dengan catatan, mereka mau bekerja keras dan menunjukkan kemampuannya dalam setiap latihan.
Aji sendiri dalam beberapa kesempatan tak bersedia menjelaskan apa yang membuatnya berbeda dibanding dengan dua pendahulunya itu. Namun, ada satu pendekatan yang besar kemungkinan dilakukan Aji pada para penggawa Persebaya, yakni pendekatan historis, psikis, dan mental pejuang yang seharusnya dimiliki para pemain Persebaya sejak dahulu kala.
Jadi pendekatan status legenda Persebaya bukan satu-satunya yang membuat Aji berhasil membangun tim Persebaya yang lebih kuat, tapi juga kemampuan dan paradigma lain yang tak dilakukan pelatih sebelumnya maupun legenda Persebaya lainnya.
Jatuh Bangun
Musim ini manajemen Persebaya sempat dibuat pusing tujuh keliling menyusul kondisi Persebaya yang sempat jatuh bangun. Pasalnya, performa tim tak stabil sejak awal musim Liga 1 2019. Bahkan saat masih ditangani Djajang Nurdjaman, Persebaya melakukan start buruk dengan tiga laga tanpa kemenangan, sekali kalah dan dua kali imbang.
Diawali kekalahan 1-2 dari Bali United, Bajul Ijo kemudian hanya meraup hasil seri di kandang sendiri, lawan Kalteng Putra dan PSIS. Di kedua laga ini, Persebaya ditahan seri 1-1. Hasil minor ini menular pada penampilan mereka di ajang Piala Presiden 2019 saat bermain imbang 1-1 dengan Madura United, juga di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya.
Sempat membaik ketika berhasil mencuri tiga poin di markas Borneo FC melalui kemenangan 2-1, penampilan Persebaya tak juga stabil di laga-laga berikutnya. Puncaknya, saat Persebaya ditahan imbang 2-2 oleh Madura Untied di pekan ke-13.
Hasil imbang di Surabaya itu membuat Persebaya hanya meraih satu kemenangan dalam tujuh pertandingan terakhir di Liga 1, dengan empat di antaranya berakhir seri. Manajemen Persebaya pun mengambil langkah tegas dengan memutus kontrak Djadjang Nurjaman.
Dengan harapan grafik penampilan mereka meningkat, manajemen Persebaya kemudian berniat merekrut mantan pelatih Timnas Indonesia senior Alfred Riedl. Namun, alasan kesehatan pelatih asal Austria itu membuat kerja sama itu batal.
Gagal mendapatkan Alfred Riedl, Persebaya kemudian mencoba peruntungan bersama asistennya Wolfgang Pikal. Di tangan Pikal, performa Persebaya semakin amburadul. Bajul Ijo tak mengecap sekali pun kemenangan dari empat pertandingan. Puncaknya, Pikal pun mundur setelah Persebaya dipermalukan 2-3 oleh PSS Sleman di kandang sendiri pada 29 Oktober 2019 lalu.
Hanya satu pertandingan tanpa pelatih (lawan Tira Persikabo), Persebaya kemudian melakukan kesepakatan dengan legenda Persebaya, Aji Santoso. Di tangan eks pelatih Persela Lamongan inilah, Persebaya seakan menemukan kembali karakter permainannya. Hasilnya, Bajul Ijo tak tersentuh kekalahan dalam tujuh laga terakhir, enam kali menang dan sekali imbang.
Dua kemenangan atas Arema FC (4-1) dan Persija (2-1) menjadi titik balik mengesankan Aji Santoso sebagai pelatih kepala. Kemenangan atas Persija ini pula yang mengantarkan Persebaya menempati posisi ketiga di klasemen sementara.
Capaian ini bisa dibilang luar biasa karena Aji masuk saat tim dalam kondisi terpuruk. Bayang-bayang kehancuran sudah terbayang jelas di pelupuk mata pun diubah menjadi cerita sukses nan indah.