BBF, Festival Wujud Komitmen Pemkab Banyuwangi Dorong Ekonomi Kreatif
Pagelaran Banyuwangi Batik Festival (BBF) 2024 sukses digelar. Puluhan desain busana batik yang ditampilkan, menyajikan beragam desain yang menawan. BBF ini salah satu wujud komitmen Pemkab Banyuwangi dorong ekonomi kreatif agar terus berkembang.
BBF yang berlangsung pada Sabtu, 19 Oktober 2024 di destinasi wisata hutan De Djawatan, Cluring. Ajang ini menyajikan 60 busana batik motif lawas, Jenon. Motifnya berbentuk ketupat. Puluhan busana yang ditampilkan, hasil kreasi dari 20 desainer dan pengrajin batik daerah.
"Banyuwangi Batik Festival merupakan komitmen daerah untuk terus mendorong ekosistem batik lokal serta mendorong ekonomi kreatif daerah agar terus berkembang," kata Plt Bupati Banyuwangi Sugirah.
Sugirah mengapresiasi para pelaku batik lokal yang terus konsisten mengembangkan batik lokal. Selain turut mendongkrak ekonomi kreatif, para pelaku batik tersebut juga ikut melestarikan Batik sebagai warisan budaya yang berharga.
Menurutnya, batik bukan sekedar kain biasa namun warisan budaya yang menjadi jati diri Banyuwangi.
"Untuk itu bersama-sama kita akan terus memperkuat ekosistem batik mulai dari produksi hingga pemasaran agar terus eksis dan bisa bersaing di pasar nasional dan global," tegasnya.
Puluhan desain busana batik motif jenon yang ditampilkan dalam BBF dipadukan dengan kekayaan unsur warna yang terinspirasi dari kesenian asli Banyuwangi, Jaranan Buto. Unsur-unsur warna yang ada dalam Jaranan Buto seperti merah, hitam, putih, hijau dan kuning dituangkan dalam busana batik dengan desain bernuansa segar hingga elegan dalam konsep “ready to wear”.
Dengan latar belakang hutan De Djawatan dengan pepohonan besar nan rindang, semakin membuat setiap busana yang ditampilkan pada fashion show tersebut tampil eksotis.
BBF kali ini juga dimeriahkan dengan penampilan “Fashion in the Forest” oleh para lurah dan kepala desa se-Banyuwangi yang memamerkan busana batik rancangan masing-masing.
Ketua Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Banyuwangi Sekar Jagad Blambangan Dedy Wahyu Hernanda mengatakan perpaduan motif jenon dan Jaranan Buto memiliki filosofi tersendiri. Dimana bentuk ketupat dari Motif Jenon bermakna kesadaran manusia untuk senantiasa memohon ampun atas semua lepat / kekhilafan.
“Sementara Jaranan Buto mewakili berbagai sifat buruk yang membuat kehilafan terjadi. Kekayaan filosofi itu dituangkan dalam desain busana yang memantik kreatifitas dari para desainer," bebernya.
Dedy menambahkan saat ini Banyuwangi memiliki 44 motif batik yang terus dikembangkan oleh para perajin. Selain Jenon, diantaranya ada Gajah Oling, Kangkung Setingkes, Blarak Sempal, Gedekan, Sembruk Cacing, Kopi Pecah yang telah diangkat sebagai tema BBF tahun-tahun sebelumnya.
“Seiring dengan pasar yang lebih luas, pengrajin batik saat ini mulai mengeksplorasi motif-motif baru dari kearifan lokal daerah. Misalnya motif yang terinspirasi dari Ijen Geopark, Hutan Alas Purwo dan lain-lain. Kami sedang menginventarisir untuk diterbitkan HKI-nya,” terangnya
Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perindustrian Kabupaten Banyuwangi Abdul Latif, selain acara puncak Fashion Show Banyuwangi Batik Festival, sebelumnya digelar berbagai kegiatan untuk mendorong kecintaan generasi muda pada batik. Seperti lomba desain motif batik untuk umum dan pelajar, lomba mencanting batik untuk pelajar hingga fashion show batik pelajar.
“Kami juga menyediakan stand-stand untuk memfasilitasi puluhan IKM Batik memasarkan produknya selama kegiatan berlangsung pada 18-19 Oktober di Hutan Djawatan,” ujarnya.