Ajakan Jihad melalui Azan Resahkan Umat? Ini Fakta dalam Islam
Beredarnya sejumlah video yang menyerukan 'hayya alal jihad' ini mendapat perhatian serius dari masyarakat. Kalangan DPR hingga ormas dan ulama, memberi tanggapan. Tersebarnya video ini meresahkan dan mereka meminta Polri mengusut tuntas.
"Aktivitas sekelompok orang azan yang memelesetkan dengan ajakan jihad tidak bisa dibenarkan. Sebab, standar azan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad dan tidak ada ajakan jihad seperti itu," kata anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha, dikutip sejumlah media.
Akhirnya, terduga pelaku seruan awal azan 'hayya alal jihad' ditangkap Bareskrim Polri. Dialah Rehan Al Qadri. Polisi menyita handphone hingga peci putih dari terduga penyeru awal azan 'hayya alal jihad' ini.
"Barang bukti 1 buah handphone berwarna merah, 1 kemeja lengan panjang warna putih, 1 tutup kepala peci warna putih, 1 sarung kain," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya, Jumat 4 Desember 2020.
Adanya sekelompok orang yang mengubah redaksi azan dengan tambahan kalimat ajakan jihad, memang meresahkan masyarakat. Dalam pandangan Islam, bolehkah hal itu dilakukan?
KH Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025 menjelaskan, azan sebenarnya merupakan panggilan untuk memberi tahu waktu salat dan melakukan salat jamaah di masjid.
Meskipun syariah juga menganjurkan dilantunkannya azan pada beberapa hal selain salat, seperti sunah mengazani anak yang baru lahir atau saat jenazah diturunkan ke liang kubur.
Pada zaman Rasulullah, kata Kiai Cholil, pernah pula dilakukan penambahan atau perubahan redaksi azan manakala ada uzur yang menghalangi masyarakat untuk shalat di masjid, seperti hujan deras dan angin kencang.
Diriwayatkan Imam Buchari dalam hadis bahwa Ibnu Umar pernah mengumandangkan azan salat di malam yang sangat dingin dan berangin kencang. Maka, dalam azannya ia mengucapkan, ‘’Alaa sholluu fir rihaal (Ingatlah shalat-lah kalian di persinggahan).’’
Kemudian, katanya, Rasulullah SAW juga pernah memerintahkan muazinnya setelah azan jika malam sangat dingin dan terjadi hujan lebat untuk mengucapkan, ‘Alaa shalluu fir rihaal (Ingatlah shalat-lah kalian di persinggahan).’’
“Azan waktu itu diubah dengan pemberitahuan dalam redaksi azannya bahwa masyarakat diminta untuk shalat di rumahnya,” ujar Kiai Cholil dalam keterangan tertulis diterima Ngopibareng.id, Jumat 4 Desember 2020.
Namun, menurut Kiai Cholil, selain karena urusan salat, Nabi Muhammad SAW tak pernah mengubah redaksi azan. Karena itu, ia menegaskan, redaksi azan tidak boleh diubah untuk tujuan jihad seperti yang tengah viral di media sosial.
‘’Karena itu, ibadah yang sifatnya tauqifi (langsung dari syariah),’’ ujar Kiai Cholil.
Ulama, lanjut dia, telah sepakat tentang redaksi azan adalah sebagaimana diketahui secara umum tanpa ditambah atau dikurangi.
‘’Yaitu dua-dua dan ditambahkan redaksi ‘salat lebih baik daripada tidur’ untuk salat Subuh dua kali. Inilah untuk mengamalkan sunah Nabi SAW,’’ katanya.
Selain karena urusan shalat itu, menurut dia, Nabi Muhammad SAW tak pernah mengubah redak si azan. Bahkan, saat perang pun tak ada redaksi azan yang diubah. Redaksi azan itu tak boleh diubah menjadi ajakan jihad.
‘’Karena, itu ibadah yang sifatnya tauqif (sudah ditetapkan dan tidak boleh ditambah-tambah),” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah, Depok ini.
Dia pun menyeru umat Islam di Indonesia tidak mengubah redaksi azan yang sudah baku. Panggilan jihad tak perlu melalui azan.
‘’Dan jihad bukan hanya berkonotasi perang secara fisik saja, tapi juga dalam memantapkan iman dan penguatan umat Islam.’’
Advertisement