Air Wudhu Mustakmal Marak Dibincangkan, Begini Perspektif Fikih
Dunia maya (warganet, netizen) kini sedang dihebohkan dengan video yang menampilkan salah seorang pasangan cawapres 2019 yang berwudhu dengan cara mengambil air dari gayung, tidak dari kulah atau air yang mengalir. Polemik menggelinding soal air mustakmal dalam hukum fiqih yang tidak bisa dipakai untuk wudhu karena tidak bisa menyucikan.
Dosen Senior Monash Law School, Nadirsyah Hosen menegaskan, air bekas wudhu (mustakmal) itu tidak lagi suci mensucikan menurut pendapat yang utama dalam mazhab Syafi’i dan juga Hanafi.
“Maliki membolehkan, begitu juga satu riwayat dari Imam Ahmad. Masalah khilafiyah, gak usah heboh. Yang jelas, santri NU wudhunya gak gitu,” ucap Nadirsyah.
Penjelasan ini pun ditanggapi Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mohammad Mahfud MD. Ia mengatakan, hukum fiqih yang dianut Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) umumnya tidak menggunakan air mustakmal, kecuali telah mencapai dua kulah.
“Secara fiqih yang dianut Aswaja pada umumnya wudhu tidak memakai air mustakmal kecuali sudah dua kulah, yang diusapi air adalah seluruh wajah (bukan hanya pipi, hidung, mulut, dagu), yang diusapi air telapak tangan sampai siku," kata Prof Nadirsyah Hosen.
“Secara fiqih yang dianut Aswaja pada umumnya wudhu tidak memakai air mustakmal kecuali sudah dua kulah, yang diusapi air adalah seluruh wajah (bukan hanya pipi, hidung, mulut, dagu), yang diusapi air telapak tangan sampai siku. Maaf, ini tata cara fiqih, bukan politik. Tak perlu dipolitisir,” jelas Mahfud ngopibareng.id, Senin 31 Desember 2018 lewat twitternya.
Menurutnya, dua kulah sama dengan air sebanyak 275-280 liter. Mustakmal artinya air bekas pakai, seperti sudah disentuh. Air mustakmal dalam gayung itu adalah suci, tapi tidak bisa menyucikan.
“Tapi itu fiqih yang diajarkan di pesantren-pesantren ya. Yang namanya fiqih merupakan hasil ijtihad jumhur fuqaha. Tak usah diributkan. Gunakan pendekan tasawuf,” tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Ditanya soal air satu gayung untuk beberapa basuhan, Mahfud menjelaskan bahwa berwudhu bisa dengan sebotol Aqua kecil. Asal dituangkan masing-masing dalam satu basuhan.
Jika tangan dimasukkan lebih satu kali sentuhan (pembasuhan), itu (seperti yang terlihat dalam video viral) sudah mustakmal.
“Itu air mustakmal karena setelah dibasuhkan ke muka lalu tangannya dimasukkan lagi ke gayung,” terangnya.
Mustakmalnya, lanjut Mahfud, karena tangan dimasukkan ke gayung kemudian dibasuhkan ke muka lalu tangan dimasukkan ke gayung lagi dan dipakai membasuh muka dan rambut lagi.
“Kalau tangannya dimasukkan ke kolam yang besarnya lebih dari dua kulah meski berkali-kali pun ya bukan mustakmal. Ini ritual alias fiqihnya,” tegasnya.
Mustakmal itu, kata Mahfud lagi, adalah air bekas terpakai atau bercampur dengan air yang sudah dipakai. Seperti air melekat di tangan setelah membasuh wajah dan tangan itu dimasukkan ke gayung yang berisi air.
“Maka air di gayung itu meski higienis tetap mustakmal secara fiqih. Suci tapi tak bisa menyucikan,” tandas Mahfud.
Penjelasan tersebut mendapat tanggapan Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Helmy Faishal Zaini. Ia menerangkan bahwa air mustakmal pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah, bab thaharah (bersuci).
“Air mustakmal tak bisa dipakai untuk bersuci. Andai semangat merasa paling Islam disertai dengan semangat belajar kepada guru yang benar, bukan semata bersandar kepada mbah gugel, alangkah indahnya tahun baru 2019,” ungkapnya. (adi)