Ahmad Sulthon, Aktivis Lincah yang Lagi Gandrung Masjid Itu Tiada
Belakangan saya ketularan Dahlan Iskan, yang cerewet setiap melihat orang berbadan gemuk. Yang tidak proporsional dengan tinggi badannya.
Ini pula yang selalu saya ingatkan kepada Ahmad Sulthon. Aktifis Muhammadiyah yang juga Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Surabaya.
Saya sering meminta dia untuk mengurangi berat badannya yang obesitas itu. Juga mengontrol pola makannya yang sangat tidak teratur.
Seringkali ia mengaploud foto di grup whatsapp tengah malam. Sedang berada di warung soto kalkulator samping makam Taman Bungkul bersama para aktifis lainnya.
Ia hanya tersenyum setiap kali saya ingatkan untuk jaga kesehatan. Apalagi di musim pandemi Covid-19 ini. Ia mengaku telah mempunyai jamu penangkal wabah yang menyerang seluruh dunia ini.
Karena itu, ketika pagi kemarin di grup Whatsapp DMI Surabaya dikabarkan dia kena serangan stroke, saya langsung lemas. Apa yang saya khawatirkan selama ini terjadilah.
Ia diketahui tak sadarkan diri pagi hari. Di rumah kawannya di kawasan Sambikerep Surabaya. Malamnya, ia memang berkunjung ke kawannya tersebut untuk membicarakan hal penting.
Arek asli Surabaya yang lahir 1 Desember 1981 itu baru pulang dari Jakarta selama 4 hari. Naik bus pulang pergi. Ia mendatangi kawannya untuk menindaklanjuti hasil kunjungannya di ibukota.
Saat itu, Rabu malam. Ketika sudah jam 11 malam, ia hendak pamit pulang ke rumahnya di daerah Mojo, Surabaya Timur. Tiba-tiba ia merasa tidak enak badan.
Akhirnya, ia pun membatalkan pulang dan istirahat di rumah kawannya itu. Ketika waktu subuh tiba, ia dibangunkan kawannya. Ia tak bergerak. Tetap tidur dengan ngorok.
Kawannya kaget. Langsung berinisiatif membawa Sulthon ke RS BDH di Surabaya Barat. Sehari dirawat di RS milik Pemkot itu, ia dirujuk ke RS Dr Sutomo langsung masuk ICU.
Rupanya pembuluh darah di otaknya pecah. Sehingga terjadi pendarahan. Sayang tidak diketahui jam berapa ia mendapat serangan stroke itu. Padahal, kalau sebelum 4 jam tertangani, bisa lain ceritanya.
"Belakangan ia memang pamit sibuk dengan urusan Pilkada. Jadi jarang pulang ke rumah. Saya dihubungi setelah dirawat di RS BDH," kata Tri Rachmansyah, kakak kandung Sulthon.
Sebetulnya proses pemindahan dari RS BDH ke RS Dr Sutomo berlangsung cepat. Sebab, Tri Rachmansyah kebetulan juga kerja di RS milik Pemerintah Provinsi Jatim ini.
Sempat sehari dirawat di ICU RS Dr. Sutomo, Ahmad Sulthon menghembuskan napas terakhir di usia 38 tahun. Seperti ayahnya yang juga meninggal akibat stroke di usia yang sama.
"Saya kaget juga. Karena Mas Sulthon meninggal persis seperti meninggalnya ayah kami. Di usia 38 tahun karena stroke," kata Henni Rosidah, adik kandung Sulthon.
Henni mengaku memang keluarganya punya penyakit hipertensi. Mulai ayahnya, juga anak-anaknya. Namun, Henni dan Tri Rachmansah yang selalu mendampingi jenazah lebih tampak ramping.
Sulthon merupakan anak dari pasangan H Abdul Malik dan Hajah Fatmawati. Ia anak ketiga dari 5 bersaudara. Keluarga aktifis Muhammadiyah Surabaya.
Sebelum dimakamkan, jenazah Sulthon disemayamkan dan disalati di masjid hasil wakaf orang tuanya. Di perkampungan Mojo. Ia juga dimakamkan berdampingan dengan ayahnya di makam keluarga.
Bendahara DMI Surabaya Mohammad Jamil bercerita, sejak di Jakarta Sulthon sering berkontak dengannya. "Sulthon sempat cerita mau meninggalkan aktiftas politiknya. Akan fokus usaha dan mengurus DMI," katanya.
Setelah menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah, Sulthon memang aktif di PAN. Juga selalu ambil bagian setiap Pilkada di Surabaya. Karena itu, ketika memutuskan akan meninggalkan aktifitas politik, ini kabar yang agak mengejutkan.
Belakangan, Sulthon memang lebih banyak aktif di DMI Kota Surabaya. Ia menjadi salah satu tulang punggung penggerak organisasi masjid yang dipimpin mantan Wapres Yusuf Kalla ini.
Selama Pandemi Covid-19, Sulthon mengurus program Masjid Tangguh hasil kerja sama DMI Kota Surabaya dengan Polrestabes Surabaya. Juga aktif membagikan sembako untuk para marbot dan guru ngaji korban pandemi.
"Bahkan dia cerita di Jakarta telah mempersiapkan program untuk masjid-masjid di Surabaya. Siap memakmurkan masjid lewat DMI," tambah Jamil.
Sungguh ini akhir yang indah dari seorang aktifis muda. Aktifis yang lincah yang sedang gandrung dengan masjid. Yang ingin memakmurkan masjid.
Selamat Jalan Sulthon!