Ahlul Halli Wal-Aqdi dan Paket Dukungan Muktamar ke-34 NU
Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) segera digelar. Bertempat di Lampung, Pulau Sumatra, perhelatan puncak organisasi yang mengusung Islam moderat di Indonesia, akan menjadi ajang menyusun strategi memasuki 100 tahun NU.
Prof Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCINU Australia-Selandia Baru, menyampaikan catatan dalam menghadapi Muktamar yang digelar di masa pandemi Covid-19 ini. Berikut lengkapnya.
Salah satu alasan kenapa pemilihan Rais Am Syuriah PBNU ditetapkan melalui mekanisme AHWA (Ahlul Halli wal Aqdi) adalah demi menjaga marwah Kiai Sepuh. Tidak wajar kalau posisi spiritualitas tertinggi itu seolah diperebutkan.
Pengalaman di Muktamar Makassar, dimana seolah ada rivalitas kandidat Rais Am, telah menimbulkan luka mendalam di kalangan para Kiai sepuh. Saat Muktamar Jombang, mekanisme one man-one vote memilih Rais Aam ditiadakan.
Muktamirin memilih 9 anggota AHWA yang isinya para Kiai sepuh. Lantas AHWA memilih Rais Am. Jadi, asumsinya hanya ulama level Syuriah yang tahu untuk memilih pucuk pimpinan Syuriah. Suara Muktamirin diserahkan kepada para Kiai Sepuh di dalam AHWA.
Sayangnya sempat pula terjadi kontroversi penentuan anggota AHWA di Muktamar Jombang saat itu. Singkat cerita, meski legalitas Rais Am terpilih tidak diragukan, tetapi proses penentuan AHWA menimbulkan gesekan.
Mekanisme AHWA
Menjelang Muktamar Lampung ke 34 yang insya Allah dilaksanakan pada 23-25 Desember 2021, kini mulai ramai paket dukungan kandidat Rais Am dan Ketum PBNU. Kalau kita konsisten menggunakan sistem AHWA, sebenarnya paket dukungan, khususnya pada posisi Rais Am, tidak diperlukan. Cabang dan Wilayah cukup mempercayai dan menyerahkan suara mereka kepada AHWA. Biarlah para ulama AHWA yang kelak memutuskan siapa Rais Am. Gak perlu dukung-mendukung Muktamar, seolah nanti dibaca masyarakat awam paket dukungan semacam itu hendak mendikte dan mempengaruhi keputusan para masyayikh anggota AHWA.
Boleh jadi para anggota AHWA kelak memutuskan nama yang berbeda sebagai Rais Am, atau nama yang sama yang beredar selama ini. Intinya kalau kita konsisten pakai mekanisme AHWA, maka tak perlu kita repot-repot mau dukung mendukung kandidat Rais Am. Mekanisme AHWA justru dibuat untuk meniadakan pola dukung-mendukung yang bisa menimbulkan friksi di kalangan Masyayikh.
Yang perlu juga diperhatikan adalah akan munculnya paket dukungan kandidat AHWA di kalangan para Muktamirin. Masing-masing kubu akan memiliki paket 9 nama yang kelak divoting. Hal ini juga harus dihindari. Sekali lagi, asumsi dasar mekanisme AHWA adalah hanya ulama Syuriah yang punya kapasitas menentukan AHWA.
Untuk itu demi menjaga marwah para Masyayikh, saya usulkan untuk menghindari paket dukung-mendukung posisi Rais Am dan juga 9 anggota AHWA, di kalangan Wilayah dan Cabang. Biarkan saja nanti di Muktamar ada komisi Syuriah yang pesertanya semua Rais Syuriah PBNU, PWNU, PC dan PCINU. Mereka yang bermusyawarah menentukan 9 anggota AHWA dengan memperhatikan keahlian, pengabdian, dan sebaran wilayah. Inilah mekanisme kokektif yang akan dilakukan okeh para ulama anggota AHWA.
Sekali lagi, mari kita jaga marwah para Masyayikh. Biarkan para Masyayikh yang kelak bermusyawarah menentukan anggota AHWA dan juga memilih Rais Am. Dengan kata lain, biarkan para Masyayikh saling berbagi dan mencocokkan isyarat langit yang mereka terima untuk menentukan pucuk tertinggi pimpinan NU. Kita gak usah ikut-ikutan dukung-mendukung kandidat Rais Am.
Tabik,
#GusNadirsyahHosen