Ahli Hukum Tatanegara Anggap Maklumat Kapolri 2021 Kebablasan
Ahli Hukum Tatanegara Reffly Harun angkat bicara terkait Maklumat Kapolri, yang salah satu pasalnya oleh insan media dimaknai memberangus kebebasan Pers dan kebebasan menyampaikan pendapat.
"Polri harus kembali pada jati dirinya sebagai pengayom masyarakat, bukan alat rezim atau penguasa," kata Reffly Harun, kepada Ngopibareng.id Jumat 1 Januari 2021.
Reffly melihat pemerintah Jokowi sedang cemas yang disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya penanganan kasus Covid- 19 yanga carut marut dan tak kunjung tuntas.
Program andalan Jokowi berupa Bansos Covid-19 anggarannya dibuat bancaan oleh pembantunya sendiri, yakni Menteri Sosial Juliari Batubara, yang saat ini menjadi tahanan KPK.
"Ini yang membuat Pemerintah Jokowi Panik, maka dibuatlah sekenario untuk pengalihan isu dengan "memperalat" Polri. Yang dijadikan tumbal atau korbannya adalah enam anggota laskar FPI, ditembak mati," katanya.
Setelah kejadian tersebut mendapat reaksi keras dari pemerhati HAM, dibuatlah sekenario baru, Imam Besar FPI Rizieq Syihab ditangkap ditahan dengan dewaan melakukan penghasutan.
Skenario ini disempurnakan dengan pembubaran FPI melalui SKB 6 lembaga negara, yang dikoordinasikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Belum puas dengan sekenario tersebut, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis pasang badan dengan mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani Kapolri pada 1 Januari 2021.
Pakar Hukum Tatanegara ini menilai Maklumat Kapolri tersebut kebablasan. Menurutnya, ada empat hal yang disampaikan dalam maklumat itu, yang salah satunya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.
Salah satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan: "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
"Sebagai lembaga penegak hukum, Kapolri seharusnya tahu kalau pasal ini, bertabrakan dengan kebebasan pers dan kebebasan memperoleh informasi." ujarnya.
Reffly Harun juga menyarankan agar Kapolri mencabut maklumat yang mendapat perlawanan dari insan media. "Jangan jangan ada yang sengaja ingin menjerumuskan Kapolri menjelang akhir masa jabatannya," katanya menduga.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani 1 Januari 2021.
Polri beralasan, maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.
Kegiatan FPI dilarang berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sehubungan dengan Maklumat Kapolri komunitas pers nasional mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut.
1. Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
2. Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi." Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
3. Mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
4. Menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers. Pernyataan sikap komunitas Pers Nasional ini ditandatangani di Jakarta, 1 Januari 2021, oleh Abdul Manan, Ketua Umum AJI Indonesia, Atal S. Depari, Ketua Umum PWI Pusat, Hendriana Yadi, Ketua Umum IJTI, Hendra Eka, Sekjen PFI, Kemal E. Gani, Ketua Forum Pemred dan Wenseslaus Manggut, Ketua Umum AMSI.
Advertisement