Ahli Hukum Desak Dewan Kehormatan MK Periksa Anwar Usman
Para advokat dan pakar hukum yang tergabung dalam Advokat dan Ahli Hukum Pendukung Demokrasi (Aliansi), mendesak Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa Ketua MK Anwar Usman. Hal ini berkaitan dengan putusan MK dalam sidang perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Senin 16 Oktober 2023.
Dalam sidang tersebut, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Almas Tsaqibbirru, terkait batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun atau pernah jadi kepala daerah. Padahal, petitum dalam perkara ini berkait erat dengan Gibran Rakabuming Raka, yang tak lain adalah keponakan dari Anwar Usman.
“Dengan ini memohon dan mendesak agar Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan MK untuk melaksanakan tugas pengawasan Mahkamah Konstitusi dengan memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman,” kata anggota Aliasi, Mangatta Toding Allo, dalam keterangannya.
Dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim itu, khususnya terkait prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan integritas, yang diatur dalam Pasal 15 UU MK dan Lampiran Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Mangatta menegaskan, pemeriksaan diperlukan guna memastikan terjaganya integritas, marwah, serta martabat Mahkamah Konstitusi.
“Dengan diputuskannya perkara gugatan tersebut di MK hari ini, telah membuka peluang bagi keponakan Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman menjadi bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024 mendatang," terang anggota Aliansi lainnya, Romy Jiwaperwira.
"Oleh karena itu, kami menduga kuat Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman telah melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.
Dijelaskan lebih lanjut, keterlibatan Anwar Usman dalam memutus perkara ini diduga kuat melanggar prinsip ketidakberpihakan. Disebutkan, kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan, hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan berikut. Yakni, hakim konstitusi tersebut nyata-nyata mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak.
“Dan, atau hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan. Sementara, dalam perkara ini, terang benderang ada kaitannya dengan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, yang merupakan keponakan dari Yang Mulia Anwar Usman,” jelasnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan ketentuan syarat menjadi calon presiden-calon wakil presiden (capres - cawapres) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A yang merupakan anak dari Presidium Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Putusan dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.
Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Sementara, alasan Almas Tsaqibbirru Re A mengajukan gugatan karena mengaku sebagai fans dari Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Kebetulan, Almas merupakan mahasiswa yang berkuliah di Solo, tempat di mana Presiden Jokowi dan Gibran, serta istri Anwar Usman, berasal. Dan ayah dari penggugat, dikenal dekat dengan keluarga Jokowi.
Advertisement