Ahli Gizi Heran, Penurunan Kasus Stunting di Surabaya Drastis
Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Dr Ir Annis Catur Adi MS mempertanyakan, mengenai penurunan angka stunting yang drastis di kota Surabaya. Pasalnya, penurunan stunting biasanya pelan karena mengikuti pertumbuhan tulang anak.
Diketahui, angka stunting di Surabaya pada tahun 2021 mencapai 28,9 persen (6722 anak) dan satu tahun kemudian atau tepatnya turun menjadi 4,8 persen (923 anak).
"Seperti Surabaya angka sebelumnya 27 persen, ternyata sekarang turun menjadi 4 koma sekian persen. Ini menjadi pertanyaan besar, ada apa ini? Nah, ini yang dilakukan adalah validasi," ujar dosen FKM Unair, Jumat, 24 Februari 2023.
Ia menjelaskan, penurunan stunting berjalan lambat, karena yang dihitung meningkat atau tidaknya adalah pertumbuhan tulang bukan berat badan anak.
Lanjutnya, dalam proses penurunan stunting ada pemenuhan gizi atau difisiensi untuk kurun waktu yang cukup panjang. Stunting berbeda dengan wasting yang hitungannya berat badan.
"Kalau stunting ukurannya tinggi badan, perkembangannya dilihat dari pertumbuhan tulang. Untuk masyarakat asia, pertumbuhan tulangnya1 centimeter itu maksimal," paparnya.
Menurutnya, penurunan yang wajar adalah 2 sampai 4 persen pertahunnya. Hal ini terjadi apabila intervensi yang diberikan bagus dan pertumbuhannya diukur secara bertahap.
"Jadi sebenarnya masalah stunting itu bulan masalah akademik ilmiah yang bisa diukur dan dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Untuk itu, harus jujur dalam mengukur, sebab niatnya menyelamatkan anak bangsa," jelas Annis.
Tambahnya, pada saat anak menderita stunting itu disebut masa kritis, terutama ketika anak berusia sekitar 2 tahun. Karena di usia tersebut otak berkembang sempurna hampir 90 persen. Untuk itu, stunting harus dituntaskan secara terukur.
Kecepatan penurunan stunting juga harus disertai dengan keilmuan. Bahwa pertumbuhan tulang berjalan pelan, tidak cepat seperti berat badan.
Ia pun berharap, penanganan stunting mengedepankan nilai kemanusian dan mengutamakan tumbuh kembang anak.
"Dengan adanya intervensi berbasis makanan, non makanan seperti edukasi dan lainnya itu diharapkan mempercepat pemulihan terhadap anak-anak yang mengalami gizi terutama stunting," tandasnya.