Agama itu untuk Manusia, di Tengah Dera Kegalauan
Dalam masa-masa ketika manusia didera kegalauan, manusia mencari keteduhan. Di tengah kekhawatiran akan kematian, manusia mencari perlindungan. Dunia yang kini dilanda pandemic Virus Corona, Allah Ta’ala memberikan efek jera agar manusia tidak sombong dan selalu ingat akan Sang Pencipta.
KH Husein Muhammad mencoba mengingatkan akan eksistensi agama, yang sesungguhnya diperuntukkan Allah SWT bagi manusia. Berikut ulasan singkatnya:
Izz ad-Dīn bin Abd as-Salām (w. 660 H/1262 M), sultan para ulama, bermazhab Syāfi’ī, menegaskan :
التَّكَالِيفُ كُلُّهَا رَاجِعَةٌ اِلَى مَصَالِحِ الْعِبَادِ فِى دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ. وَاللهُ غَنِيٌّ عِنْ عِبَادَةِ الْكُلِّ لَا تَنْفَعُهُ طَاعَةُ الطَّائِعِينَ وَلَا تَضُرُّهُ مَعْصِيَةُ الْعَاصِينَ
“Seluruh tugas/kewajiban yang dibebankan Tuhan kepada manusia adalah demi kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Dia tidak membutuhkan siapa pun. Ketaatan manusia kepada Tuhan tidaklah membuat-Nya memperoleh manfaat apapun dan kedurhakaan manusia terhadap-Nya tidaklah merugikan Dia sedikit pun.”
Sementara itu, Muhammad ath-Thāhir Ibnu ‘Asyūr (w. 1973 M), mufassir besar abad ini, mengemukakan pandangan yang menarik. Ia mengatakan :
شَرِيعَةُ الْاِسْلَامِ جَاءَتْ لِمَا فِيهِ صَلَاح الْبَشَرِ فِى العَاجِلِ وَالْآجِل اى فِى حَاضِرِ الْاُمُورِ وَعَوَاقِبِهَا وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِالآجِلِ أُمورُ الْآخِرَةِ لِاَنَّ الشَّرَائِعَ لَا تُحَدِّدُ لِلنَّاسِ سَيْرَهُمْ فِى الْآخِرَةِ لَكِنْ الْآخِرَةُ جَعَلَهَا جَزَآءً عَلىَ الْاَحْوَالِ الَّتِى كَانُوا عَلَيْهَا فِى الدُّنْياَ. لَمَّا كاَنتْ شَرِيعَةُ الِاسْلاَمِ ضَابِطَةً لِلسُّلُوكِ الدُّنْيَوِى فَاِن الْمَصْلَحَةَ الَّتِى جَاءَتْ لِتَحْقِيقِهَا لَا يُمْكِنُ اَنْ تَكُونَ اِلَّا دُنْيوَيّةً تَهْدِفُ فِى مَقَامِ الْاَوَّلِ الَى ضَبْط نِظَامِ العَالَمِ الدُّنْيَوِى
“Syari’ah Islam dihadirkan untuk kemaslahatan (kebaikan) di dunia ini dan tidak untuk di akhirat. Kemaslahatan (kebaikan/kebahagiaan) di akhirat, menurutnya, merupakan akibat belaka dari kemaslahatan yang diperolehnya di dunia.
Manakala hukum agama berfungsi mengatur perilaku manusia di dunia, maka perwujudan kemaslahatan itu tidak mungkin kecuali bersifat dunia sebagai prioritas utama menuju sistem dunia yang baik.”
Pandangan pemikir muslim kontemporer ini menimbulkan implikasi penting. Rumusan tersebut dikemukakannya dalam rangka ingin menegaskan perlunya kaum muslimin memberikan apresiasi lebih besar terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan (majāl al-mu’āmalāt al-madaniyyah) daripada persoalan-persoalan individual/personal.
Agaknya sangat dirasakan bahwa selama kurun waktu yang panjang, perhatian kaum muslimin terhadap urusan syari’ah individual sebagai yang utama dan begitu dominan, sementara kurang responsif terhadap urusan-urusan publik. Betapa banyak hadīts Nabi yang memberikan penghargaan lebih besar terhadap amal-amal kemanusiaan.
23.03.2020
HM
Advertisement