Agama Bisa Jadi Dusta, Ini Penjelasan Haedar Nashir
Bandung: Memasuki fase abad kedua Muhammadiyah tengah fokus pada bidang ekonomi sebagai pilar ketiga. Selain bidang pendidikan dan kesehatan mengapa Muhammadiyah juga fokus pada bidang ekonomi. Muhammadiyah menerjemahkan Islam itu sesuai dengan nilai-nilai aktual, yang kemudian menjadi model kehidupan.
“Islam sebagai dinul amal juga sebagai dinul hadaroh atau agama peradaban. Nah, salah bentuk peradaban yang digagas Muhammadiyah saat ini, yaitu melalui ekonomi,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
Menurut Haedar, kita sudah mengetahui bahwa Islam itu sebagai agama iman, agama ilmu, tetapi juga pada titik yang paling konkrit islam sebagai dinul ‘amal. Artinya Islam sebagai agama amaliyah.
“Tidak ada manfestasi dari islam kecuali dalam perbuatan,” ucap Haedar saat membuka acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis EKonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah pada Rabu (13/9) bertempat di Savoy Homann Bidakara Hotel Bandung.
Ratusan tahun orang menghafal surat Al-Mau’un dengan fasih, bahkan sering menjadi bahan bacaan sholat. Tetapi selama ratusan tahun itu pula ayat dan surat ini tidak mengubah sekalipun nasib umat.
“Ditangan seorang Dahlan, seorang yang sederhana tapi cerdas, lalu surat ini ia terjemahkan dalam bentuk transformasi Islam menjadi teologi amal,” ucap Haedar, dikutip ngopibareng.id dari situs muhammadiyah.or.id.
Haedar mengatakan agama menjadi sebuah dusta ketika menjadi nilai-nilai yang tidak menumbuhkan keshalehan pribadi, tidak kalah pentingnya ia menjadi dusta ketika mereka yang beragama tidak peduli.
“Dari situ juga kemudian lahir etos kewirausahaan, yang menurut KH Dahlan tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di bawah,” tegas Haedar.
Selain itu, Haedar juga menyampaikan lima karakter dalam berwirausaha diantaranya yaitu soliditas, jaringan, penguasaan informasi, pragmatisme politik, dan kemampuan adaptif.
“Kelima karakter ini merupakan bagian dari spirit wirausaha,” jelas Haedar.
Tugas saudagar Muhammadiyah yaitu membangun lima kekuatan itu menjadi kekuatan yang kolektif agar dapat mematahkan tesis yang keliru selama ini, bahwa tidak sedikit saudagar Muhammadiyah sukses secara pribadi tetapi gagal ketika Ia menjadi institusi. (adi)