Afghanistan, Pusat Palagan Baru Al-Qaeda?
Dengan menggunakan nama samaran (cover name) Salim Al Sharif, Pemimpin Al Qaeda Saif Al Adl, melalui Al Sahab (situs resmi Al Qaeda) pada Juni 2024, menyerukan para kader dan pendukung Al Qaeda di seluruh dunia untuk hijrah ke Afghanistan, sebagai pusat perjuangan. Judul tulisan tersebut sangat eksklusif “ هذه غزة ، حرب وجود …….لا حرب حدود (Ini Gaza,...perang membela eksistensi, bukan perang membela perbatasan).
Kenapa Afghanistan dipilih sebagai calon pusat perjuangan dan bukan di negara Arab, misalnya Yaman, dimana kekuatan militernya (AQAP - Al Qaeda in Arab Peninsula) relatif paling kuat? Tentu saja hal ini didasarkan pada pertimbangan strategis yang telah diperhitungkan secara matang.
Al Qaeda memanfaatkan celah atau kelemahan dari kebijakan Amerika Serikat dan Sekutunya yang meninggalkan bumi Afghanistan sejak akhir 2022 dan sengaja mengisolasi Emirat Islam Afganistan eks Taliban secara politik, ekonomi dan pergaulan internasional. Bahkan dana milik pemerintahan Afghanistan ditahan di Amerika Serikat. Akibatnya pemerintahan Emirad IslamAfghanistan sejauh ini belum berhasil mengatasi persoalan politik, sosial, ekonomi dan keamanan.
Amerika Serikat dan Sekutunya tampaknya sengaja mengundurkan diri dari Afghanistan dengan tujuan agar pemerintah baru Afgsnistan (Emirad Islam Afganistan, EIA) sebagai pemerintahan yang lemah dan terisolir. Tampaknya AS belajar dari pendahulunya Rusia yang mundur dari Afghanistan begitu saja dan membiarkan instabilitas akibat konflik antarfaksi di Afghanistan.
Kondisi Emirad Islam Afghanistan yang tidak stabil atau kacau itulah yang dikehendaki oleh AS dengan harapan agar RRC terpancing untuk melakukan campur tangan di Afghanistan. Hal ini karena, provinsi paling Barat RRC yakni XinJiang yang mayoritas penduduknya mayoritas Muslim (sebagian menuntut hak politik), sebagian wilayahnya berbatasan dengan Afghanistan Timur. Namun RRC tidak terpancing, barangkali karena mengambil pelajaran dari Rusia dan AS yang mengalami kekalahan di bumi Afghanistan.
Bagi Al Qaeda, Taliban pernah menjadi sekutunya ketika Afghanistan dibawah pemerintahan Presiden Burhanuddin Rabbani yang didukung oleh Amerika Serikat dan NATO. Dengan dukungan Al Qaeda, Taliban bisa mengalahkan rezim Burhanuddin Rabbani. jadi jika sekarang Al Qaeda kembali ke Afghanistan, tentu saja Emirad Islam Afghanistan akan menyambut dengan tangan terbuka.
Tentu saja kembalinya Al Qaeda ke Afghanistan dan kemungkinan kerja sama dengan Emirad Islam Afghanistan bisa dicegah, jikalau dunia internasional mencabut isolasi terhadap Emirad Islam Afganistan dan mengakui dan menghormatinya sebagai negara berdaulat.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.