Adian: Bebaskan Mahasiswa Membaca Buku Apapun
Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengatakan mahasiswa harus dibebaskan membaca buku apapun, termasuk jika membaca buku tentang komunisme.
"Bagaimana mahasiswa tahu itu berbahaya atau tidak, kalau dia tidak pernah membaca. Bebaskan saja membaca apapun, biar dia mikir sendiri," kata Adian dalam diskusi bertajuk "Demokrasi Arus Bawah (Kisah Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter)" yang digelar PDIP di sela Kongres V PDIP di Bali, Jumat.
Pernyataan Adian menyikapi adanya razia buku-buku tentang komunisme yang dilakukan sejumlah oknum belakangan ini. Dia mengatakan fakta yang terjadi saat ini, paham komunisme sudah kalah di mana-mana. Dia menegaskan saat ini tidak ada negara yang mengimplementasikan sistem komunisme secara murni.
"China saja komunismenya tidak murni. Mereka komunis di dalam, tapi watak kapitalismenya keluar menjalar ke mana-mana," kata anggota DPR RI dari Fraksi PDIP itu.
Dia mengatakan dalam sistem komunis semua sumber daya dikelola negara, sementara dalam sistem kapitalis semua boleh dikelola pribadi.
"Lalu dibuat jalan tengah 'the third way'', itulah sosialis yang cirinya sederhana, buruh pabrik boleh memiliki saham pabrik, jadi tidak dikuasai pemilik modal," kata dia.
Mantan aktivis 98 itu menegaskan bahwa perkembangan ideologi akan terus berkembang. Maka dia meminta semua pihak membiarkan mahasiswa atau kalangan muda membaca buku apapun.
Menurutnya, apabila mahasiswa tidak bisa berpikir atas apa yang dibaca olehnya, maka kegagalan ada dalam sistem pendidikan tanah air.
"Yang kasihan itu buku Franz Magnis Suseno, dirazia juga, karena di sampulnya ada gambar Karl Marx, padahal isi bukunya mengkritik komunisme," kata dia.
"Ini kan menjadi suatu tragedi, padahal orang bilang lawan buku dengan buku, lawan tulisan dengan tulisan, lawan kata dengan kata. Di zaman Orde Baru kata-kata dilawan dengan senjata," jelasnya.
Razia buku yang membahasa komunisme dalam pekan-pekan ini marak terjadi. Misalnya saja terjadi di Probolinggo. Dua orang pegiat literasi di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, diamankan kepolisian sektor Kraksan, Probolinggo pada Sabtu, 27 Juli 2019, lalu. Mereka dianggap membawa buku 'terlarang' dalam lapak baca buku gratisnya.
Kedua orang tersebut adalah Muntasir Billah, 24 tahun, warga Desa Jati Urip, Kecamatan Krejengan, dan Saiful Anwar, 25 tahun, warga Desa Bago, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Keduanya juga tergabung dalam komunitas Vespa Literasi.
Kemudian sekelompok orang melakukan sweeping terhadap beberapa buku yang dipajang di Gramedia di Makassar. Mereka melarang buku-buku berpaham Marxisme untuk dipajang Gramedia. Mereka meminta Gramedia mengembalikan buku-buku itu ke percetakan karena melanggar Undang-undang.
"Sedang melakukan pancarian buku buku berpaham radikal yang sebenarnya telah dilarang undang-undang," kata pria tersebut.
Advertisement