Ada yang Perlu Diperjuangkan dalam Demokrasi, Kata Romo Magnis
Rohaniwan Frans Magnis Suseno mengungkapkan, bangsa Indonesia sudah dewasa dalam berdemokrasi. Salah satu indikasinya adalah masyarakat sudah bisa menerima jika kandidat yang didukung kalah dalam pemilu.
“Demokrasi sudah berada di jalannya. Tinggal kita menjaga jalannya demokrasi, peran ormas seperti Muhammadiyah memiliki andil yang besar dalam menjaga proses jalannya demokrasi,” kata Romo Magnis, panggilan akrabnya.
Penulis produktif masalah filsafat ini mengungkapkan hal itu dalam Seminar Nasional ‘Peran Ormas dalam Menciptakan Pemilu Damai’ di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Romo Magnis berharap Pemilu 2019 beradab dan damai. Selain itu juga bisa mempersatukan ormas-ormas yang mempunyai pengaruh besar karena mereka mempunyai pengaruh di masyarakat.
Bagi Romo Magnis pemilu damai menarik diwujudkan apalagi Indonesia dinilai sudah mempunyai beberapa pemilu yang damai mulai 1955. Kalau di Filipina, kata dia, setiap pemilu ada 100 orang mati, tapi tidak di Indonesia.
Dia berpendapat semua Founding Fathers Indonesia ingin Indonesia menjadi demokratis. Akhirnya demokrasi di Indonesia terwujud setelah Presiden Soeharto turun tahta. Romo Magnis menganggap demokrasi penting diperjuangkan.
Namun dia tidak sependapat pernyataan yang menyebut bahwa demokrasi Indonesia dibajak liberalisme. Karena demokrasi Indonesia dinilai memberi hak kepada rakyat kecil untuk menyatakan sesuatu.
“Sebagai seorang Katolik bisa mengatakan, tahun 1998 dan seterusnya di Indonesia di bawah rezim yang otoriter menjadi demokrasi atas dasar Pancasila. Yang menjadi demokrasi terbesar ketiga di dunia. Meski masih banyak kelemahan toh sesuatu yang berjalan itu seluruhnya dilakukan hampir seluruhnya oleh tokoh-tokoh dengan identitas Islami yang kuat.”
Dia menjelaskan Indonesia yang 87 persen penduduknya beragama Islam tentu bisa menentukan berbagai hal. Untuk itu warga muslim harus kerasan tinggal di Indonesia dan aspirasinya terpenuhi dengan demikian maka negara akan stabil.
Tak lupa pada kesempatan itu, Frans Magnis Suseno menyampaikan kekagumannya terhadap politik kebangsaan yang dihadirkan Muhammadiyah.
“Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun Muhammadiyah selalu konsisten mengambil sikap dalam dinamika politik di tanah air,” tuturnya. (adi)
“Sebagai seorang Katolik bisa mengatakan, tahun 1998 dan seterusnya di Indonesia di bawah rezim yang otoriter menjadi demokrasi atas dasar Pancasila. Yang menjadi demokrasi terbesar ketiga di dunia. Meski masih banyak kelemahan toh sesuatu yang berjalan itu seluruhnya dilakukan hampir seluruhnya oleh tokoh-tokoh dengan identitas Islami yang kuat.”
Advertisement