Pencari Suaka Butuh Perhatian, Agar Tak Bertahan di Jalan
Sekitar 200 pencari suaka yang tinggal di trotoar Jalan Kebon Sirih masih beraktivitas seperti biasa. Mereka rencananya pagi ini akan dipindah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Islamic Center di Jakarta Utara.
Pencari suaka yang berumur antara 20 sampa 45 tahun dan tujuh balita ini, sebelumnya tinggal di penampungan imigrasi Kalideras Jakarta. Karena tidak ada kepastian, mereka kemudian pindah di Jalan Kebon Sirih. Mereka memang sengaja bertahan di Jalan Kebon Sirih. Pasalnya, sekitar 300 meter dari lokasi mereka ada kantor perwakilan UNHCR. Mereka sengaja menarik perhatian.
Keberadaan pencari suaka dari beberapa negara Afrika dan Timur Tengah yang hidup di tempat terbuka di atas trotoar Jalan Kebon Sirih, belakang Gedung Kementerian BUMN, dianggap tidak manusiawi dan mengundang perhatian masyarakat dan pengguna jalan.
Pantauan ngopibareng.id di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu 10 Juli 2019, tenda pencari suaka di trotoar sudah mulai dirapikan. Beberapa dari pencari suaka terlihat sedang sarapan. Terlihat juga ada pencari suaka yang menyusui bayi.
Mereka juga membuat jemuran dengan mengikatkan tali dari satu pohon ke tiang marka jalan untuk menjemur pakaian. Beberapa pakaian terlihat sedang dijemur.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi meyakini kebutuhan keseharian pencari suaka tersebut akan terpenuhi jika dipindah ke Islamic Center.
"Saya sebagai pemerintah daerah membantu, memfasilitasi. Mudah-mudahan pemerintah juga atau UNCHR melihat situasi ini, langsung terbuka untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat," kata Prasetio di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu
Empat orang di antara pencari suaka yang tinggal di trotoar Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, sedang hamil tua. Saat ini mereka dalam kondisi sehat.
"Kalau yang sekarang ini, saya dengar dari Pemprov maupun dari Pak Thomas (Perwakilan UNHCR Indonesia), kebetulan sehat semua. Yang di depan Kebon Sirih itu memang ada empat orang yang hamil, hamil tua," kata Direktur Hak Asasi Manusia Kemlu Achsanul Habib di Kompleks Kementerian Luar Negeri, Jalan Pejambon, Gambir, Jakarta. Perempuan yang hamil ini sudah dibeti bantuan perawatan.
Di Indonesia saat terdapat sekitar 14.000 pencari suaka, termasuk mereka yang bermukim di trotoar Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) terus berkoordinasi menangani kondisi ini.
"Kita terus berkomunikasi dengan UNHCR mencoba melihat dari perspektif mereka, tantangan yang mereka hadapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai HAM," kata Plt juru bicara Kemlu, Faizasyah.
Pertemuan antara Kemlu dengan UNHCR digelar di Kompleks Kemlu, Jalan Pejambon, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa 9 Juli 2019. Dalam pertemuan ini, pihak UNHCR diwakili, Thomas Vargas.
Melihat kondisi para pengungsi, Kemlu dan UNHCR setidaknya memiliki dua opsi sebagai solusi penanganan. Pertama adalah repatriasi atau mengembalikan ke negara asal. Kedua, yaitu penempatan kembali (resettlement).
"Ada dua hal paling utama untuk solusi mengenai pengungsi, apakah merepatriasinya, kembali ke asal atau kedua, resettlement," kata Direktur Hak Asasi Manusia Kemlu, Achsanul Habib, di lokasi yang sama.
Namun untuk dapat merealisasikan keduanya dibutuhkan beberapa prasyarat. Misalnya repatriasi hanya bisa dilakukan dengan suka rela, aman dan diperlakukan secara manusiawi saat kembali ke tanah air mereka.
Kedua, penempatan kembali ke negara tujuan pencari suaka. Dalam proses ini harus ada penerimaan dari negara tujuan. Namun, ini menjadi masalah karena saat ini komitmen untuk menerima pengungsi di negara-negara maju semakin menurun.
Pencari suaka itu antara lain berasal dari Afganistan, Suria, Somalia dan Nigeria.