Ada Timpang SDM Kesehatan, Menko PMK: Cari Terobosan Kebijakan
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menerangkan, pemenuhan SDM Kesehatan masih menjadi masalah utama dalam pembangunan sektor kesehatan di Indonesia.
Dia menyampaikan, saat ini hanya tersedia 0,68 dokter termasuk dokter spesialis per 1.000 populasi Indonesia, sedangkan menurut standar WHO yaitu 1 per 1.000 populasi.
Hal tersebut dijelaskannya saat menyampaikan Pidato Pembukaan Seminar Nasional Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) XIX, Seminar Tahunan Patient Safety XVII & Hospital Expo XXXV, dengan tema "Sumber Daya Lokal Berdaya Saing Global" di Plenary Hall Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Rabu (18 Oktober 2023).
"Masalah kekurangan dokter di Indonesia cukup mengkhawatirkan terutama di luar pulau Jawa, yang mana 50 persen puskesmas di Indonesia Timur seperti Papua tidak memiliki dokter umum dan lebih mengkhawatirkan untuk dokter spesialis," ucap Muhadjir.
Lebih lanjut, Menko PMK memaparkan, dari segi jumlah SDM Kesehatan, Indonesia masih kekurangan 31.481 dokter spesialis untuk melayani 277.432.360 penduduk. Sebanyak 47 persen RSUD di tingkat kabupaten/kota di Indonesia belum terpenuhi dengan 7 (tujuh) jenis dokter spesialis.
Pengaruh Layanan
"Dikhawatirkan akan berpengaruh pada ketidaksetaraan pemberian layanan, penurunan kualitas pelayanan kesehatan, dan tidak optimalnya pelaksanaan cakupan kesehatan semesta," ungkapnya.
Muhadjir mengungkapkan, yang membuat timpangnya jumlah SDM adalah bias kebijakan yang menggunakan standar tenaga kesehatan dari pusat atau Pulau Jawa. Menurutnya, saat ini tenaga kesehatan dokter atau perawat masih mengandalkan suplai pusat, dan bila terus menerus maka ketimpangan akan terus berlangsung.
"Bayangan saya tidak mungkin kalau menyelesaikan masalah di Papua kalau dokternya atau perawatnya bukan dari Papua. SDM lokal Papua atau Indonesia Timur banyak yang cerdas. Mereka bisa kita berdayakan, dididik, dilatih untuk bisa menjadi tenaga kesehatan," ungkapnya.
Karenanya, dia meminta kepada Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) untuk bisa menciptakan terobosan kebijakan supaya ketimpangan bisa teratasi. Menurutnya PERSI bisa menyampaikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah daerah dalam pemenuhan tenaga kesehatan yang merupakan urusan konkueren antara pemerintah pusat dan daerah.
"Mestinya menurut saya dari segi kebijakan harus ada terobosan berani untuk mengatasi ketimpangan ini," ucap Menko PMK.
Selain masalah bias kebijakan, menurut Menko PMK, masalah lainnya dalam pemenuhan SDM Kesehatan adalah masalah bias geospasial. Menurutnya, kondisi geografis Indonesia dengan jumlah kepulauan sangat banyak, medan yang sulit, dan jangkauan pemerataan pembangunan dari pusat ke wilayah lain masih sulit.
Karenanya, dia mengatakan salah satu solusi dilakukan pemerintah adalah dengan memindahkan Ibu Kota Negara dari Pulau Jawa ke Kalimantan. Dengan begitu diharapkan bisa lebih menjangkau, dan pemerataan pembangunan termasuk pembangunan sektor kesehatan bisa lebih cepat dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
"Saya sangat concern dan paham apa yang digagas Bapak Presiden Joko Widodo untuk memindahkan IKN. Salah satu hal yang menjadi obsesi beliau adalah bagaimana segera mengakhiri ketimpangan di Indonesia yang tak pernah selesai," ujar Menko PMK.
"Memang tidak bisa dalam kurun waktu 10-20 tahun yang akan datang, tetapi mungkin perlu ratusan tahun kalau kita ingin menciptakan Indonesia yang lebih merata, dan mewujudkan sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, termasuk keadilan sosial di bidang kesehatan," imbuh Muhadjir.
Dalam kesempatan tersebut, hadir Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Ketua Umum PERSI dr. Bambang Wibowo, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, jajaran Ketua Dewan Pengawas PERSI. Kegiatan diikuti oleh 846 orang peserta pengurus PERSI dari seluruh Indonesia.
Menko PMK juga menitipkan pesan agar semua tenaga kesehatan baik dokter ataupun perawat bisa menanamkan tiga aspek dalam pekerjaannya, yaitu: 1. Meningkatkan kapasitas sebagai expert dan ahli; 2. Memiliki tanggung jawab sosial; dan 3. Memiliki kebanggan terhadap korps sebagai tenaga kesehatan.
"Saya minta para pengurus dan anggota PERSI jadilah pengadil di dalam memberikan pelayanan kesehatan, supaya kita bisa memenuhi tuntutan cita-cita kemerdekaan terutama sila ke 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," ucap Muhadjir berpesan. (*/ANO)