Ada Tiga Agenda Strategis Tajdid Muhammadiyah, Kata Haedar
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, organisasi yang dipimpinnya sedang menghadapi tantangan berat sebagai gerakan dakwah dan tajdid di era modern abad ke-21.
Menurut Haedar, Muhammadiyah sungguh memiliki tantangan berat selain untuk menghadirkan dakwah yang mencerahkan dan pusat-pusat keunggulan sebagai persambungan dari gerakannya yang telah berlangsung 107 tahun.
"Muhammadiyah pada saat ini dihadapkan pada dinamika kehidupan modern yang memerlukan agenda-agenda tajdid yang penting dan strategis," tutur Haedar Nashir dalam pembukaan Sidang Fikih Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Senin 14 Oktober 2019 malam di Hotel Hermes Palace Banda Aceh.
Haedar menyembutkan perlu ada tiga agenda tajdid yang dilakukan, Pertama, dalam masyarakat modern yang sekuler sekalipun agama tetap relevan dan penting dalam kehidupan umat manusia, meskipun ekspresi dan aktualisasinya tidak bersifat langsung dan dalam kehidupan bernegara terjadi pemisahan antara domain publik dan agama.
Dalam kehidupan kebangsaan di Indonesia mutakhir, Haedar mengatakan, kecenderungan positif dari keberagamaan ialah semarak untuk menjalankan agama secara ritual semakin tinggi.
"Di kalangan umat Islam ditandai dengan meningkatnya jumlah jamaah haji dan umrah setiap tahun, bahkan harus menunggu berpuluh tahun untuk haji. Demikian pula kegiatan pengajian-pengajian dan majelis-majelis taklim, majelis dzikir, gerakan shalat berjamaah, dan berbagai ritual dan simbolik yang menunjukkan identitas keagamaan," jelas Haedar.
Selain itu, hal serupa juga terjadi di agama-agama lain. Dalam kehidupan politik agama menjadi faktor pertimbangan dan umat beragama bahkan menjadi sasaran kepentingan politik.
"Semua menunjukkan agama dan umat beragama sebagai faktor penting dalam kehidupan di ruang publik," jelas Haedar.
Karenanya, Haedar meminta Majelis Tarjih penting menghadirkan “Risalah Dakwah dan Tajdid” yang memberi pedoman atau panduan hidup “Beragama di era Modern” yang membawa misi tengahan, damai, mencerdaskan, dan memajukan sebagaimana Risalah Pencerahan hasil Tanwir Bengkulu dalam tema “Beragama yang Mencerahkan”.
"Jangan sampai semarak beragama dan penguatan identitas keagamaan yang tinggi menjurus ke ekstrimitas dalam beragama yang ekslusif, verbalistik, dan menimbulkan kecenderungan “ta’arudh” atau “virus bermusuhan” terhadap pihak lain yang berbeda paham dan praktik keagamaan," harap Haedar.
Kedua, dakwah dan tajdid di era media sosial dan revolusi 4.0. Haedar mengatakan, perkembangan media sosial benar-benar menjadi kenyataan dunia baru bagi masyarakat Indonesia.
"Warga bangsa bukan hanya lekat dengan dunia media sosial (medsos) antara lain melalui gaya hidup gemar berinteraksi melalui twitter, facebook, whatshapp, dan lainnya. Mereka bahkan tergantung pada media digital tersebut, seolah tampak keranjingan, sehingga tiada detik tanpa bermedsos. Bermedsos cenderung bebas, liar, dan apa saja boleh sehingga menjadi sekuler dan liberal," ujar Haedar.
Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, menurut Haedar penting menghadirkan pedoman keagamaan atau keislaman untuk “hidup beradab di era medsos dan era 4.0".
Diperlukan menyusun "Fikih Bermedsos” dalam satu rangkaian dengan “Fikih Informasi” dengan menampilkan “Etika Publik” atau “Etika Relasi Sosial Baru” berbasis “Etika Al-Hujarat”.
"Agenda ini disertai gerakan “Dakwah Komunitas” atau “GJDJ Baru” sebagaimana hasil Muktamar Makassar tahun 2015," kata Haedar.
Ketiga, penguatan tajdid internal Muhammadiyah. Dunia modern saat ini baik di tingkat global maupun nasional dan lokal antara lain memiliki kecenderungan “mengeras” (radikal, ekstrem) sebagai respons atau terkait dengan situasi kehidupan yang sarat antagonistik dalam berbagai aspek kehidupan.
Umat Islam sejalan karakter Islamnya yang kokoh niscaya hadir sebagai bangsa modern dan memiliki pusat-pusat keunggulan sebagaimana ciri masyarakat maju. Khususnya bagi umat Islam Indonesia akan tampil sebagai penyebar rahmatan lil-'alamin manakala dirinya memiliki keunggulan untuk diberikan kepada bangsanya dan masyarakat dunia.
"Umat Islam Indonesia dan dunia tidak cukup hanya berkarakter moderat, tetapi juga harus maju (berkemajuan), yakni unggul dalam segala bidang kehidupan, sehingga kehadirannya sebagai pembawa misi rahmat bagi semesta alam benar-benar terwujud dalam kehidupan nyata di muka bumi ini," pungkas Haedar.
Hadir dalam pembukaan tersebut Plt Gubernur Aceh, Ketua PWM Aceh, Sekretaris PP Muhammadiyah, dan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Advertisement