Ada Termi, Nyambik Juara Nasional di Kontes Reptil Lamongan
Ada yang menarik dari ajang kontes reptil di Lamongan. Dari puluhan jenis reptil yang tampil di Alun-alun Lamongan, Minggu 22 Mei 2022, terlihat satu jenis reptil yang sering mendapat perhatian dan sanjungan banyak pengunjung.
Reptil itu adalah seekor biawak (Varanidae). Reptil mirip komodo, yang sering dijumpai di tegal atau sawah. Orang Lamongan menyebutnya, nyambik. Nyambik yang ada di arena kontes saat itu tidak diikutkan. Hanya diletakkan di atas meja, dan posisi diam. Alasannya, even lomba terlalu kecil bagi si nyambik.
"Lha nyambik ini pernah menyandang gelar grand champion. Juara nasional lomba reptil se Indonesia," kata Alvi, pemiliknya.
Gelar itu, lanjut Alvi, yang oleh sesama penyayang reptil disapa 'Bapaknya Nyambik' itu, diraih saat kontes dan lomba di Surabaya pada tahun 2018. Biawak yang dinamai Termi itu mengalahkan peserta yang datang dari Kalimantan, Makassar dan sebagainya.
"Selain itu, Termi juga sering memenangi lomba reptil lainnya. Banyak tropi dan piagam yang didapat. Tapi, puncaknya sebagai grand champions nasional itu, " imbuhnya.
Termi bisa meraih juara karena dinilai memenuhi kriteria. Pertama, tidak cacat dan motif tubuhnya sangat bagus. Termi memiliki warna tegas. Terutama lurik warna kuning sangat menyala. Dari segi karakter, Termi sangat jinak. Dan semua itu ada cara tersendiri pemeliharaannya
"Bagaimana tidak jinak, karena saya merawatnya sejak kecil. Bahkan, masih dalam bentuk telor, terang Alvi.
Awalnya, cerita Bapake Nyambik ini, pada 2013 di Lamongan sedang ada proyek pembangunan double track atau rel ganda. Persisnya di dekat Terminal Lamongan, dari galian proyek itu dia mememukan 17 butir telur biawak.
Saat itu juga dia membawanya pulang untuk ditetaskan. Setelah seminggu menetas, dan dua hanya memilih seekor biawak jantan untuk dirawatnya. Sejumlah biawak adanya yang dilepas, ada yang dipelihara temannya.
Setelah sekian lama, biawak itu dinamai Termi. Diambil dari tempat ditemukannya telor, yakni di Terminal Lamongan. Saat itu Alvi tertarik memelihara nyambik, karena sewaktu kuliah di Surabaya sering melihat banyak komunitas reptil. "Karena di Lamongan nyambik mudah didapat, akhirnya saya mencarinya. Ternyata asyik juga," tuturnya.
Sebagai penyayang nyambik, sebenarnya dia mengaku prihatin dengan maraknya perburuan selama ini. Nyambik tersebut dikonsumsi, bahkan di Lamongan banyak ditemui warung yang menyediakan menu makanan daging reptil pemakan daging ini.
Tetapi, dia dan komunitasnya tidak bisa berbuat banyak. Sebab, urusannya dengan perut. Pemburu pasti berharap dapat uang dengan hasil tangkapannya itu. Apalagi biawak juga masih termasuk binatang dilindungi.
"Padahal, kemungkinan cepat punah sangat besar. Sejak telur hingga menetas butuh waktu delapan bulan. Itu pun kalau telurnya selamat. Sedang setiap hari, puluhan hingga ratusan biawak ditangkapi, "ungkap Alvi, tampak sedih.
Alvi juga menambahkan, sebenarnya hidup biawak bisa lebih bertahan lama kalau dipelihara. Bisa sampai 20 tahun. Kalau di alam bebas, tidak tentu karena dihantui oleh para pemburu.
"Bisa baru tiga tahun atau lebih dari itu, begitu kedapatan pemburu langsung ditembak dan mati. Berarti usianya pendek kan," pungkasnya.