Ada Tari Sufi di Gereja Paroki Malang
Ketua Gubuk Sufi, Malang, Muhammad El Muqtadir atau yang akarab disapa Gus Muham, memimpin doa, di lantai dua di sebuah ruang yang disediakan oleh pihak Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Langsep, Kota Malang.
Beberapa menit lagi memang acara Misa Natal di Gereja tersebut akan segera usai. Selepas itu 8 orang dari Gubuk Sufi, terdiri dari 6 laki-laki dan 2 perempuan, akan menghibur puluhan jemaat yang usai beribadat, mulai Rabu, 25 Desember 2019, sore hari.
Ketua Panitia Natal Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Langsep, Kristien Yuliarti, memberikan aba-aba bahwa kedelapan penari sufi tersebut sudah boleh masuk ke pelataran Gereja.
Saat masuk gereja 6 orang laki-laki berada di bawah panggung utama, sisanya 2 orang perempuan berada di lorong menuju panggung utama.
Saat rebana dipukul kedelapan orang tersebut berputar melawan arah jarum jam. Kain di bawah kostum mengembang bagai kubah.
"Berputar melawan arah jarum jam, merupakan penghindaran diri dari zuhud dunia. Dunia ini tidak harus kamu genggam, namun harus kamu bagi dengan sesama," tutur Gus Muham.
Menurutnya tarian Sufi merupakan cerminan keindahan sekaligus rahmat bagi agama manapun.
"Tarian Sufi itu tidak terbatas oleh apapun. Tari Sufi itu intinya adalah merawat kemanusiaan," terangnya.
Sementara itu, Pastur Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Langsep, Romo Yohannes Gani Sukarsono, sangat mengapresiasi safari persaudaraan dari saudara-saudara muslim yang berkunjung ke gerejanya.
"Natal itu bagai reinkarnasi. Sesuatu harus masuk menjadi daging bagi orang lain. Sementara ini kawan-kawan muslim yang berkunjung ke sini. Waktu lebaran giliran kami yang mengunjungi saudara-saudara muslim. Itulah analogi daging yang masuk bagi orang lain," tuturnya.
Gereja Katolik Paroki Santo Vincentius A Paulo Langsep, Kota Malang, sendiri memiliki jemaat sekitar 2.500 orang.
Seperti diberitakan oleh ngopibareng.id sebelumnya, selain menampilkan tari sufi persembahan juga datang dari Gusdurian Kota Malang. Yaitu dengan melagukan Syi'ir Tanpo Waton saat awal perayaan Misa Natal akan dilakukan.
Anggota Gusdurian, Kota Malang, Kurniawan Eko Supeno, mengatakan ini merupakan sebuah bentuk silaturahmi persaudaraan.
"Syi'ir Tanpo Waton itu merupakan kalimat puji-pujian, kepada Tuhan. Karena rebana, kidung itu kan merupakan produk kebudayaan,"
Dalam delapan ajaran Gus Dur, itu salah satunya ada kearifan lokal selama ini tidak mengganggu ibadah maka budaya lokal itu dapat dimasukkan.
"Ketika prosesi-prosesi agama itu selesai bisa dimasukkan. Misal selesai Maulid Nabi bisa dilakukan dengan rebanaan," terangnya.