Ada Pola Serangan Computational Propaganda terhadap NU, Ini Fakta
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama Inggris Raya, Munawir Aziz menyampaikan ada pola serangan di platform digital dengan skema computational propaganda. Skema ini terlihat dari pergerakan percakapan media sosial yang termonitor, sekaligus delegitimasi terhadap tokoh-tokoh kunci dan pendakwah NU.
"Jadi, saya bersama teman-teman di Inggris membangun platform untuk memonitor pergerakan percakapan media sosial. Kami membangun semacam media monitoring untuk data crawling sekaligus analisa. Ada pola yang terlihat terkait serangan terhadap tokoh-tokoh Nahdliyyin dalam beberapa level," ungkapnya.
Diplomatic Digital
Munawir Aziz merupakan jurnalis dan peneliti yang saat ini sedang mendalami digital diplomacy. Ia juga awardee LPDP Santri untuk PhD program.
Menurut Munawir, temuan ini harus menjadi alert, dan perlu disikapi secara tepat.
"Kami melakukan monitoring sejak Desember 2021 lalu, tepat beberapa pekan sebelum muktamar NU. Memang masih butuh waktu untuk penyempurnaan infrastruktur digitalnya serta untuk mengelola data yang lebih besar. Tapi, terlihat ada pola bahwa serangan computational propaganda terhadap tokoh-tokoh NU," ungkapnya.
Tim monitoring ini dibantu data architect, data scientist dan beberapa ahli di bidang public policy.
Munawir Aziz menyampaikan bahwa ketika Muktamar, Gus Yahya mendapat serangan terkait isu antek Yahudi dan gerakan zionis.
"Serangan terhadap Gus Yahya dilancarkan pihak luar NU. Waktu itu juga ada isu terkait pencopotan pejabat di Kemenag untuk mempengaruhi publik, tapi tidak berhasil," ungkapnya.
Ketika Muktamar NU, Munawir Aziz bersama tim PCINU UK melalukan monitoring untuk khidmah terhadap forum Muktamar. "Ya kami waktu itu untuk khidmah, karena tidak bisa pulang ke Indonesia karena peraturan di Inggris yang ketat terkait protokol kesehatan.
Selain itu, sebagai atisipasi agar di media sosial, tidak ada yang memecah NU dari luar. Hasil monitoring ini sudah saya sampaikan ke beberapa pihak, terutama para decision maker di NU untuk bahan analisa," jelasnya.
Pasca Muktamar, serangan berlanjut terhadap pendakwah Gus Miftah dan kemudian Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas.
"Intinya, ada pola yang menggeser dari voice ke noise. Jadi, dari percakapan yang strategis dan urgent, digeser ke keributan, jadinya noise. Gus Miftah mengkritik pendakwah yang mengharamkan wayang, tapi kemudian keributan dibikin untuk mendeligitimasi Gus Miftah," ungkap Munawir.
"Begitu juga dengan kasus aturan TOA, perbincangan dibelokkan ke pembahasan adzan dan gonggongan anjing. Ini menggeser voice ke noise, jadinya subtansinya dilupakan, tapi yang diributkan kebisingannya," demikian analisa Munawir.
Menurutnya, para influencer NU harus mengerti bagaimana bersikap dan melakukan respons.
"Kita harus melihat peta secara detail, dengan lapisan-lapisan propaganda ini. Tapi, intinya para tokoh NU ya jangan sampai kehilangan koordinasi, dan terus saling menguatkan. Di sisi lain, konsolidasi jamaah dan jamiyyah juga penting untuk diteruskan, serta penguatan sosial ekonomi dan juga teknokrasi untuk leadership dan kelembagaan,. Ini tantangan untuk kita semua, kader-kader santri" jelas Munawir.