Ada Penjual Kacang, Tempe, dan Nasi Berangkat Haji
Tukang Bubur Naik Haji. Itu judul sinetron serial di sebuah televisi swasta, yang ceritanya luar biasa panjang dan fiktif. Tetapi di Probolinggo ada kisah nyata, tiga calon jemaah haji (CJH) berlatar belakang penjual kacang, penjual tempe, dan penjual nasi yang berangkat haji tahun 2019.
CJH Sunak Muntiha Djumakah, 65 tahun, warga Jalan HOS Tjokroaminoto Gang Mrangi Nomor: 72, Kota Probolinggo. CJH yang masuk kelompok terbang (Kloter) 9 yang berasal dari Rt. 03 Rw. 10, Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo “berprofesi” sebagai penjual kacang goreng.
CJH kedua, Akhsan Bahrawi Ismail, 81 tahun, warga Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. Akhsan yang tercatat sebagai CJH tertua di Kota Probolinggo ini akan berangkat ke Tanah Suci bersama istrinya, Asnanti, 67 tahun, Jumat, 5 Juli 2019.
Masih ada Latifah, 50 tahun, CJH asal Dusun Krajan, Desa Alastengah, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Dari hasil berjualan nasi kuning ia sisihkan Rp 20-25 ribu per hari untuk bisa berangkat haji.
Bisa dikatakan, ketiganya bukanlah orang yang mampu dari segi ekonomi. Tetapi “banyak jalan menuju Roma” sebanyak pula jalan menuju Makkah. “Dari hasil berjualan kacang selama kurang lebih lima tahun, alhamdulillah saya bisa melunasi ongkos haji,” ujar Sunak.
Sunak tampak sumringah ketika menceritakan liku-liku perjuangannya hingga bisa melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) di hadapan Wali Kota Hadi Zainal Abidin, Jumat, 5 Juli 2019. Hari itu “orang nomor wahid” di Pemkot Probolinggo itu sengaja bersilaturahim ke rumah Sunak.
Tidak seberapa lama, Kapolresta Probolinggo AKBP Alfian Nurrizal dan Kepala Kantor Kemenag Kota Probolinggo, Drs Mufi Imron Rosyadi juga beranjang sana ke rumah Sunak. Nenek satu anak dan dua cucu dan rencananya bertolak ke Tanah Suci melalui Embarkasi Sukolilo, 8 Juli mendatang itu lebih banyak tersenyum.
Penjual Tempe
Kalau Sunak mengaku menabung dari hasil berjualan kacang, perjuangan Akhsan dan istrinya, Asnanti lebih panjang lagi. Keduanya menabung sejak 1960 silam demi bisa berangkat haji.
“Alhamdulillah, dari jualan tempe sejak 1960 saya dan istri tahun ini bisa berangkat haji. Meski termasuk CJH tertua di Kota Probolinggo, saya juga sehat,” ujar Akhsan.
Akhsan mengaku, sejak 1960 memang mengolah tempe sendiri di Sumbertaman. Kawasan Sumbertaman memang dikenal sebagai “Kampung Tempe” karena dihuni sebanyak 37 perajin tempe.
“Saya mengolah tempe sendiri, juga menjual tempe sendiri,” ujar Akhsan. Dikatakan pada 2013 silam, Akhsan dan istrinya mendaftarkan diri untuk memperoleh porsi haji.
Akhsan dengan alasan sudah berusia lanjut, tidak lagi mengolah dan berkeliling menjual tempe. “Sebenarnya pada 2003 lalu, saya berhenti dari berjualan tempe. Ganti berjualan gas elpiji di rumah,” ujarnya.
Sebenarnya pada 2013, Akhsan dan istrinya dijadwalkan bisa berangkat haji 10 tahun kemudian yakni, pada 2023. Tetapi tidak sampai 10 tahun, tepatnya di musim haji 2019 ini, pasutri dengan 8 anak dan 15 cucu ini ditakdir berangkat haji.
Seperti Sunak, Akhsan dan istri yang tergabung dalam Kloter 9 akan bertolak ke Tanah Suci, 8 Juli mendatang.
Jual Nasi
Kisah “Tukang Nasi (bukan bubur) Naik Haji” dialami Latifah, Desa Alastengah, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. “Saya sehari-hari berjualan nasi kuning, sebagian saya sisihkan untuk tabungan haji,” ujarnya.
Tipah, panggilan akrab Latifah mengaku, awalnya hanya punya uang Rp 5 juta untuk mendaftar haji pada 2003. Uang sebesar itu merupakan tabungannya selama tujuh tahun.
Dan pada 2019, ia mengaku baru bisa melunasi BPIH. “Kalau dihitung sejak awal, saya menabung selama 16 tahun,” ujarnya.
Tipa menceritakan, setiap hari ia berjualan nasi kuning di sebuah madrasah di dekat rumahnya. Dari hasil berjualan nasi kuning, ia mengantongi penghasilan Rp 20-30 per hari.
“Setiap hari saya sisihkan Rp 2 ribu di rumah, mosok nabung Rp 2 ribu setor ke bank,” ujarnya. Setelah uang sudah agak banyak, barulah disetorkan ke bank.
“Alhamdulillah, saya bisa berangkat haji tahun ini,” ujar Tipa saat rumahnya dikunjungi Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, Jumat. Rencananya Tipa yang tergabung dalam Kloter 14 bertolak ke Sukolilo, 10 Juli mendatang.
“Mudah-mudahan perjuangan Bu Latifah ini bisa ditiru warga lainnya,” ujar bupati. Dikatakan dengan keyakinan dan tekad yang bulat, kondisi ekonomi yang pas-pasan tidak menyurutkan seseorang untuk beribadah haji. (isa)