Ada Pasal Nyeleneh, MUI Minta Permendikbudristek PPKS Diperbaiki
Majelis Ulama Indonesia (MIU) minta Permendikbudristek No 30 /2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), dibatalkan atau diperbaiki.
Permendikbud yang kontroversi tersebut masuk dalam materi bahasan ijtima Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia di Hotel Sultan Jakarta, yang berakhir hari ini Kamis 11 November 2021.
Ketua MUI Bidang Fatwa M. Asrorun Niam Sholeh, mengatakan MUI mengapresiasi peran Kemdikbudristek dalam PPKS.
Tetapi ketika perannya itu dituangkan dalam Pemendikbud ada pasal yang bertolak belakang dengan niat awal yakni, pemberantasan kekerasan seksual dalam perguruan tinggi.
Menurut Asrorun Niam, rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi persetujuan dari para pihak.
Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah.
"Pasal Ini ditolak oleh ormas Islam, sebab yang namanya kekerasan seksual atau seks bebas dalam ajaran Islam maupun agama yang lain, tidak ada toleransi meskipun dengan dalih suka sama suka," kata Asrorur Niam dalam jumpa pers hasil Ijtihad Ulama ke-VII yang berlangsung selama tiga hari, secara daring maupun luring.
Selain soal Permendikbud ijtima ulama juga membahas soal zakat bagi pemegang saham, pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musholla, yang dianggap mengganggu. Pengeras suara diutamakan penggunaannya pada saat adzan, karena itu punya unsur dakwah, memanggil orang untuk salat, katanya.
Asrorun Niam juga menyampaikan bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dari urusan kebangsaan dan keumatan. Karenanya, para ulama memiliki tanggung jawab dalam memberikan arah bagi perbaikan bangsa secara terus menerus seiring dengan peran dakwah yang berkelanjutan tanpa jeda.
Ia juga melaporkan bahwa seluruh keputusan yang dihasilkan dari forum ini akan dikaji dan diputuskan dengan memegang teguh prinsip wasathy (moderat) guna merangkul keberagaman yang ada di Indonesia. Sehingga keputusan yang dihasilkan dari forum ini dapat menjadi konsensus dari para ulama dan organisasi massa Islam dalam menyikapi berbagai permasalahan kebangsaan dan keumatan.
“Keputusan strategis yang dihasilkan dari forum ini diharapkan bermanfaat bagi kebaikan bangsa. Mengoptimalkan peran fatwa untuk kepentingan kemaslahatan bangsa sebagaimana tema besar acara ini,” kata Asrorun.
Ijtima MUI ditutup oleh Menteri Agama Yaqud Cholil Qoumas. Ia mengakui antar MUI dan pemerintah utamanya dengan Kementerian Agama sering berselisih pendapat. Tapi selisih pendapat itu merupakan rahmat untuk mencari solusi yang terbaik demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
"Saya menghormati berbagai keputusan yang dihasilkan melalui ijtima para ulama seluruh Indonesia," kata Menag.
Hadir dalam penutupan Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, serta pengurus MUI yang lain.