Ada Padi Wisanggeni Hendak Menyusul Legenda Dewi Sri, Ceritanya?
Wisanggeni itu nama salah satu tokoh wayang. Wisanggeni juga sering jadi nama orang yang teramat favorit. Di Kabupaten Ngawi ada bocah yang punya nama serupa, Wisanggeni. Di Ngawi juga, ada temuan padi yang kemudian diberi nama Wisanggeni. Yang menemukan dan memberi nama adalah Jumari. Ayah si bocah bernama Wisanggeni.
_________________
Di dunia pewayangan terdapat seorang tokoh sangat digdaya. Bernama Bambang Wisanggeni. Dia putra salah satu Pandawa – yaitu Arjuna – dengan seorang bidadari nan cantik jelita dari kahyangan. Bidadari jelita itu adalah putri Batara Brahma.
Sayangnya, Wisanggeni, tidak diinginkan kelahirannya. Maka, para dewa wayang, berkomplot untuk memisahkan Arjuna dan sang bidadari.
Wisanggeni yang masih berada di dalam rahim Dewi Dresanala dipaksa lahir prematur. Sedang janinnya kemudian dibuang ke kawah Candradimuka.
Harapannya, si jabang bayi prematur itu adalah mati ditelan kawah api. Namun takdir justru berkata lain, Wisanggeni ternyata tidak mati melainkan hidup dan menjelma menjadi tokoh sakti madraguna tiada tanding.
Para dewa wayang pun terkaget-kaget dan tak mampu berbuat sesuatu ketika Wisanggeni mengguncang dunia. Mengguncang juga tempat tinggal para dewa di kahyangan.
Tapi, nun di Kasreman, seorang Jumari tidak sedang mendalangkan kisah wayang. Meskipun dia mengenal baik kisah wayang berikut karakter tokoh-tokohnya, sebagaimana warga desa yang lain yang begitu gandrung dengan wayang.
Di Rt 01 Rw 01 Desa Kasreman, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu, Jumari hanya dikenal sebagai petani. Bukan seorang dalang. Namun seiring dengan kelahiran si bocah Dwi Ahmad Wisanggeni atau Wisanggeni – putra keduanya – yang saat itu baru berumur beberapa bulan, Jumari mendadak piawai mendalang.
Dari mulut ke mulut berita itu menyebar bagai virus, dan dalam waktu singkat Jumari menjadi sangat terkenal. Karena itu, dia pun ditanggap dimana-mana bak seorang dalang jempolan. Pamornya mampu bersanding dengan Ki Manteb Sudharsono, atau Ki Anom Suroto, dll.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo adalah orang terkemuka yang turut menanggap Jumari. Pakde-nya orang Jawa Timur dua periode ini juga takjim menyimak kisah yang dituturkannya. Paling antusias menyadap pengetahuannya.
Padahal yang didalangkan Jumari hanya satu lakon. Yaitu lakon Wisanggeni. Yang dibawakan tanpa irama gamelan, tanpa suluk dalang, juga tanpa sorot lampu blencong untuk menghidupkan suasana lakon.
Namun, Pakde Karwo yang Gubernur berikut masyarakat petani bagai tersihir dan bahkan mengharapkan agar lakon yang dibawakan Jumari menjadi kenyataan. Senyata-nyatanya.
Dalam berbagai kesempatan ”ditanggap” itu, sejatinya Jumari bukan mendalangkan kesaktian wayang Wisanggeni yang mampu mengguncang kahyangan para dewa. Bukan pula bercerita tentang kelucuan si bocah anak keduanya yang sengaja diberi nama sama dengan tokoh wayang tersebut.
Jumari yang petani Kasreman itu sejatinya hanya mendalang soal bulir-bulir padi miliknya. Padi temuannya yang disemai dan ditanam di sawah milik mertua. Jenis padi itu dianggap jenis baru yang seperti tak sengaja juga diberi nama padi Wisanggeni.
Kata Jumari, entah kenapa nama Wisanggeni muncul begitu saja di kepalanya kala beberapa orang melihatnya menebar benih padi hasil eksperimen yang ditangkarnya. Sambil lalu pula dia menyebutkan nama benih padi yang ditebarnya tersebut.
“Benih apa itu pak,” tiru Jumari dalam bahasa Jawa ngoko saat itu.
Sambil lalu ia pun menjawab singkat, “Wisanggeni pak.”
Usai menebar benih Jumari lantas memikir, sepertinya nama itu cocok untuk menamai padi temuannya ini. Tak ada salahnya sesuai dengan nama anaknya, selaras pula dengan tokoh wayang yang digandrunginya itu. Siapa tahu benih padi tersebut bisa digdaya seperti halnya wayang Wisanggeni sehingga mampu mengubah keterpurukan kaum petani yang diharu-biru iklim dan hama padi.
Dari mulut ke mulut berita padi temuan Jumari menyebar bagai virus. Jumari menjadi sangat terkenal. Dia pun ditanggap dimana-mana bak seorang dalang jempolan. Untuk bicara Padi Wisangggeni.
Digadang-gadang
Sejak saat itu Padi Wisanggeni dari Kasreman meroket. Pamornya tak terbendung. Bagai artis sinetron yang sedang naik daun. Melintas batas Kasreman dan bahkan beberapa bulirnya sudah berlayar ke pulau-pulau nusantara. Begitu digandrungi meski banyak di antaranya belum mengetahui wujud yang sesungguhnya.
Pun, kabar gethok tularnya juga membuat petani di Indonesia lainnya rindu dendam dengan benih padi yang konon jempolan ini. Sementara itu, Desa Kasreman yang biasanya lengang kini menjadi jujugan orang. Terlebih Jumari, dia adalah orang yang paling dicari oleh kaum petani, para mahasiswa pertanian, hingga periset dan peneliti.
Sesuatu yang wajar ketika kaum petani berharap besar dengan fenomena benih Wisanggeni temuan Jumari. Pasalnya, komoditas teramat penting ini sudah cukup lama tak mampu digapai petani. Pananen acap kali gagal dihantam iklim yang tak menentu. Diserang hama endemis yang makin kebal terhadap obat hama. Dirongrong harga pupuk yang membubung tinggi hingga permainan oleh para makelar pupuk.
Ini yang menjadikan Wisanggeni melesat meninggalkan benih-benih padi andalan lain tanpa mampu dicegah oleh sang penemunya sendiri. Padahal, menurut Jumari, padi Wisanggeni masih perlu dilakukan serangkaian uji tanam beberapa kali lagi untuk mengokohkan kedigdayaannya serta mendapat pengakuan dari otoritas yang membidangi tanaman pangan.
Keinginan Jumari terasa masuk akal. Kendati sangat bangga temuannya dicari banyak orang, ia pun menyadari bahwa dirinya bukan pemegang otoritas. Jadi tidak bisa seenaknya mengedarkan Wisanggeni. Apalagi mempromosikannya untuk ditanam secara massal.
“Ini ada undang-undangnya, jadi nanti saya bersalah kalau menerobosnya. Bukannya saya pelit tidak mau membagi benih, tapi lebih karena Wisanggeni masih memerlukan uji tanam lagi agar benar-benar mendapat pengakuan dari otoritas tanaman pangan. Saya tidak mau mendahului, sebab nanti kalau ada apa-apa tetap kami yang disalahkan,” ungkap Jumari lugu.
Begitu sampel benih Wisanggeni ada yang berhasil dipanen, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, tak ragu memperkenalkan benih padi baru itu. Soekarwo mengatakan, jika benih Wisanggeni temuan Jumari itu dapat diandalkan pada saat cuaca tidak menentu seperti saat ini. Wisanggeni juga tahan panas dan banjir dengan masa tanam 75-80 hari. Artinya, dalam satu tahun bisa dipanen sampai empat kali.
"Penemunya, Pak Jumari, petani biasa. Jadi, bukan lembaga riset. Benih itu ditanam di atas lahan seluas 500 hektare di Ngawi, Madiun, dan Nganjuk. Nasi dari padi jenis Wisanggeni terasa pulen dan gurih. Nasinya tetap enak, meskipun tidak ada lauk-pauknya saat makan," kata Soekarwo, saat itu. (widikamidi/bersambung 3 tulisan)