Ada Kesepahaman Terkait Lahan, Hendy Siswanto: Pengembangan Bandara Jember Dimulai 2025
Calon Bupati Jember nomor urut 01, Hendy Siswanto mengklaim sudah ada kesepahaman terkait lahan yang menjadi objek pengembangan Bandara Notohadinegoro. Hal itu disampaikan Hendy dalam debat publik kedua Pilkada Jember, di Gedung Edelweis Hotel Cempaka Hill, Sabtu, 9 November 2024 malam.
Menurut Hendy Siswanto, Bandara Notohadinegoro merupakan bandara yang harus terus dikembangkan. Karena itu, pada 2022 lalu, Pemkab Jember berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, BPN, Wantanas, KSP, dan Menteri Perhubungan.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Keuangan menegaskan tidak boleh satu jengkal pun tanah negara berkurang tanpa ada ganti rugi. JIka menginginkan lahan tersebut, maka Pemkab Jember harus melakukan ganti rugi.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, Pemkab Jember berkoordinasi dengan Pemprov Jatim. Dalam koordinasi tersebut akhirnya terjadi kesepahaman.
Ganti rugi atas lahan yang akan menjadi objek pengembangan Bandara Notohadinegoro akan dibayarkan Pemprov Jatim.
“Masalah lahan kita sudah menemukan kesepahaman. Nanti Pemprov yang membayar atas permohonan Pemkab Jember. Pemkab Jember sudah mengajukan agar pembayaran tersebut dianggarkan dalam APBD Jatim 2025.
Setelah proses ganti rugi lahan selesai, Pemkab Jember mengalokasikan anggaran pengembangan Bandara Notohadinegoro. Salah satunya memperpanjang runway agar memenuhi standar untuk dilalui pesawat berukuran besar.
Setelah runway selesai, Pemkab Jember akan bekerja sama dengan Perum Angkasa Pura dan vendor angkutan udara.
“Kami memang berkomitmen mengembangkan Bandara Notohadinegoro, namun kami tetap harus bijak membelanjakan uang rakyat. Jangan sampai anggaran habis untuk membangun Bandara Notohadinegoro. Kalau hanya bandara yang dibangun, tidak semua rakyat bisa menikmati,” pungkasnya.
Sementara itu, Gus Fawait mengatakan, Hendy dan Gus Firjaun telah gagal mengelola Bandara Notohadinegoro dengan baik. Sehingga kondisinya saat ini tidak mati dan tidak hidup.
Padahal Bandara Notohadinegoro lebih awal dibangun dibandingkan Bandara Banyuwangi. Namun perkembangannya sangat jauh.
Bandara Banyuwangi sudah ada penerbangan Banyuwangi - Jakarta, bahkan juga sudah ada penerbangan ke luar negeri. Sedangkan Bandara Notohadinegoro saat ini justru nyaris mati.
“Meskipun masuk dalam visi misi pada pilkada sebelumnya dan masuk RPJMD, namun Bandara Notohadinegoro saat ini mati tidak mati hidup tidak hidup. Akibatnya hal itu berpengaruh terhadap iklim investasi di Jember. Investasi rill tahun 2023 turun 51,94 persen. Ini berdampak pada lapangan pekerjaan yang sempit, pengangguran dan kemiskinan tinggi,” pungkasnya.