Dana Kecamatan Dinilai Janggal, Dewan Tunda Pembahasan RAPBD 2020
Pembahasan RAPBD Kota Surabaya untuk dana kecamatan di Komisi A DPRD Kota Surabaya ditunda. Pasalnya, DPRD menilai ada anggaran yang janggal.
"Jadi, waktu kami buka satu kecamatan yakni Kenjeran, ada yang janggal. Bisa jadi penyelewengan," kata Wakil Ketua Komisi A Camelia Habiba, Kamis 7 November 2019 di ruang rapat Komisi A DPRD Kota Surabaya.
Habiba menilai, RAPBD pada dana kecamatan yang disodorkan Pemkot Surabaya diduga akan tidak tepat sasaran. Padahal, isi dari RAPBD merupakan hasil dari Musrenbang di wilayah masing-masing.
"Banyak sekali ditemukan hasil musrenbang itu masih kurang tepat. Masa ada pengadaan terop, pengadaan kursi, perangkat-perangkat yang kemudian akan dibagikan ke RT/RW," katanya.
Menurut Habiba, hasil musrenbang harus menghasilkan instrumen terkait pembangunan wilayah RW hingga kecamatan. Bukan pengadaan barang yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan.
"Dari arti Musrenbang saja itu sudah tidak sesuai. Kami tunda. Itu ada penyelewengan," kata Habiba.
Kata Habiba, adanya pengadaan barang secara langsung itu diperlukan kajian hukum yang komprehensif terkait status hukum barang hasil dana kelurahan dan kecamatan.
"Apakah nantinya barang pengadaan itu akan menjadi aset tetap RW atau RW hanya memiliki hak pinjam maupun pakai? Itu kan yang belum jelas kemarin saat rapat," katanya.
Habiba menilai, pengadaan barang tersebut tidak kecil dananya tidak kecil. Setiap kecamatan, menyentuh angka Rp350 juta per RW. Sehingga, jika dikalikan 31 kecamatan, akan ada dana senilai lebih dari Rp30 miliar.
"Itu kan status hukumnya barang milik daerah atau akan jadi hibah yang belum jelas. Apalagi nilainya besar," kata Habiba.
Pada rapat pembahasan yang dihadiri oleh perwakilan 31 kecamatan dan Bappeko itu, DPRD sempat meminta penjelasan kepada pihak kecamatan dan Bappeko.
Namun, jawaban yang diberikan oleh dua pihak belum memuaskan anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya. Terlebih penjelasan dasar hukum yang digunakan. Ia tak mau RAPBD akan berdampak hukum di kemudian hari.
"Ya, kami cut pembahasan. Akan dilanjutkan secepatnya. Minta bagian hukum untuk datang biar bisa menjelaskan. Seharusnya, kami sudah harus berikan laporan ke Badan Anggaran dan Bamus, namun kami minta molor satu sampai dua hari," kata Habiba.
Komisi A juga minta selain dari bagian hukum, ada pendamping dari kejaksaan, sehingga akan jelas dasar hukum.
"Kami di DPR butuh Pemkot bawa kejaksaan. Sekarang, kami juga minta pendampingan dari kejaksaan terkait dana ini," katanya.
Habiba menyoroti, dengan adanya pengadaan barang tersebut tidak ada semangat RW untuk fokus dalam pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan SDM.
"Kita nggak mau karena ingin memberi fasilitas yang baik untuk warga malah melanggar aturan hukum dan rakyat jadi korbannya," katanya.