Ada Gas Beracun, Wisatawan Dilarang Turun ke Kawah Ijen
Kawah Gunung Ijen mengeluarkan gas beracun dalam beberapa hari terakhir. Para penambang belerang dan pengunjung gunung yang terkenal dengan api birunya ini pun diminta untuk lebih waspada. Mereka diminta tidak turun ke kawah agar terhindar dari paparan gas beracun.
Kepala Resor Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen, Sigit Haribowo menyatakan berdasarkan hasil pantauan PVMBG Pengamatan Gunung Ijen, gas beracun yang muncul di kawah Ijen terpantau sejak 12 Januari lalu. Munculnya gas beracun ini ditandai dengan adanya bualan pada danau kawah Ijen.
“Diawali tremor dan 2 kali terpantau adanya bualan gas beracun dari danau kawah Ijen pada 12 Januari 2020 sekitar pukul 12.00 malam. Dilanjutkan pada 13 Januari 2020 sekitar pukul 20.00 WIB. Dan pada 14 Januari 2020 sekitar pukul 17.00 WIB juga muncul tremor dan berlanjut dengan munculnya gas beracun,” kata pria yang bisa dipanggil Sigit ini, Jumat, 17 Januari 2020.
Fenomena munculnya gas beracun ini menurut Sigit identik dengan curah hujan yang tinggi di kawasan TWA Kawah Ijen selama beberapa hari terakhir. Kondisi ini membuat sinar matahari ke sekitar kawah Gunung Ijen berkurang yang menyebabkan penguapan di kawah berkurang.
Sigit menambahkan, munculnya bualan yang membawa gas beracun ini dibenarkan petugas yang sedang bertugas di kawah Ijen. Namun kondisi ini sudah cenderung mengalami penurunan. Gempa tremor yang terjadi sudah terpantau menurun sejak 16 Januari 2020.
“Namun iimbauan dari petugas PVMBG Pengamatan Gunung Ijen, pengunjung yang datang untuk dilarang turun mendekat ke dasar kawah,” tegasnya.
Meskipun kawah Gunung Ijen mengeluarkan gas beracun, namun diklaim tak mempengaruhi kunjungan wisatawan. Kunjungan wisatawan ke Gunung Ijen saat ini berdasarkan catatan TWA Kahwah Ijen, sekitar 150 orang per hari. Jumlah ini diklaim normal karena Januari memang dianggap sebagai low season untuk kunjungan wisatawan. Munculnya bualan gas beracun tak berdampak pada kunjungan wisatawan.
“Namun mungkin kepuasan pengunjung yang agak berkurang. Karena tidak melihat api biru dari jarak dekat,” pungkasnya.
Advertisement