Ada Demonstran Dibayar? Ini Penjelasan Aribowo dari Unair
Pengamat politik Universitas Airlangga, Dr Aribowo menolak anggapan ada demonstrasi yanga dibayar. Ini anggapan masyarakat awam, meskipun ada aksi demonstran yang tidak jelas.
"Memang, hal seperti itu ada dalam penilaian orang awam, dalam suatu demonstrasi. Tapi, saya rasa, yang terjadi kemarin di Surabaya tidak demikian. Mereka benar-benar mahasiswa yang datang karena terketuk hatinya. Meski memang ada demonstran dari luar mahasiswa," kata Aribowo di Ruang Merah Putih, Balai Pemuda, Surabaya, Jumat 27 September 2019.
Aribowo mengungkapkan hal itu, dalam diskusi bertema "Gerakan Mahasiswa dan Pengaruhnya pada Sosial Politik Indonesia", digelar Bengkel Muda Surabaya. Bersama moderator Riadi Ngasiran, acara dihadiri puluhan mahasiwa dari berbagai universitas di Surabaya tersebut berjalan menarik.
Dalam diskusi kali ini, Aribowo menyinggung beberapa permasalahan dalam demonstrasi yang akhir-akhir ini marak dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satunya tentu wilayah Surabaya yang terjadi pada Rabu 25 September hingga Kamis 26 September lalu. Mereka menolak RUU KUHP dan RUU KPK.
Menurut Aribowo, mahasiswa memilki alasan yang kuat untuk melakukan gerakan-gerakan demonstrasi untuk mengingatkan para penguasa di negeri ini.
"Mereka habis demo dapat apa? Misal saat dulu rezim jatuh, habis begitu ya mereka kembali lagi ke kampus. Tidak dapat apa-apa, tapi mereka adalah pihak yang bisa mengingatkan penguasa. Karena mahasiswa sadar mereka adalah intelektual yang bisa memberi batasan kepada pejabat," katanya.
Menurut Aribowo, para mahasiswa akan marah bila ada yang memberi atau menawarkan sejumlah uang. Namun, bila ada yang memberi nasi bungkus akan diterima karena dianggap sebagai bentuk kepedulian yang sama.
Aribowo juga menceritakan bagaimana dahulu sempat ada wacana yang menginginkan mahasiswa untuk masuk dan diakomodir dalam badan DPR RI. Namun hal tersebut terganjal oleh regulasi.
"Nah pertanyaannya 'kan mereka representasi (partai) dari mana? Tapi kalau misal melihat aktivis dari mahasiswa yang bisa jadi anggota DPR, ya banyak. Misal saja Gubernur Jatim (Khofifah), dulu aktivis kemudian gabung PPP dan jadi DPR RI. Hokinya kemudian Gus Dur jadi presiden, beliau langsung dipilih jadi menteri. Karena Khofifah adalah bimbingan saya makannya saya tahu ceritanya," ujarnya.
Selain itu Aribowo menyinggung masalah tindakan represif polisi pada aksi demonstran di wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara yang menewaskan dua mahasiswa hingga hari ini.
"Polisi sekarang ini mirip zaman Orde Baru. Tapi memang tidak bisa disamakan. Kemarin di Jatim sepengetahuan saya, berjalan kondusif," katanya.
Selain itu, Aribowo menampik bahwa mahasiswa yang turun untuk berdemonstrasi merupakan luapan rasa frustasi mereka.
"Dahulu mungkin menurut beberapa teori iya karena frustasi. Tapi saat ini sudah bergerak menuju rasional. Kawan mahasiswa tentu berhitung apa yang mereka korbankan untuk turun ke lapangan dan feedback apa yang mereka peroleh.
"Jadi tidak selamanya karena frustasi, wong dulu demo itu mahasiswa senang bangga dan berbunga-bunga lo, karena ketemu orang yang ditaksir di jalan," imbuhnya.