Ada Apa dengan Amerika?
Oleh: Andi Mallarangeng
Beberapa hari ini banyak kawan bertanya kepada saya: Apa yang terjadi dengan pilpres di Amerika?
Karena itu, dengan ini saya mencoba menjelaskan beberapa hal tentang pilpres dan politik di Amerika secara singkat. Mudah-mudahan bisa berguna.
1. Mengapa penghitungannya kali ini lama sekali?
Itu karena adanya mail-in ballot, surat suara yang dikirim lewat pos. Di AS, pemilih boleh memilih lewat surat sebelum hari H dan mengirimkannya lewat pos. Kali ini ada 100 juta pemilih yang memilih lewat pos, dan ini adalah kenaikan yang sangat signifikan daripada pilpres sebelumnya. Sementara itu, aturan di banyak negara bagian, surat suara lewat pos baru bisa dihitung setelah penghitungan surat suara yang dilakukan langsung di TPS.
2. Kenapa tidak ada quick count di Amerika?
QC tidak bisa dilakukan di Amerika karena 2 alasan. Pertama, karena sistem pilpres di AS menggunakan sistem electoral college dan bukannya popular votes. Kedua, adanya surat suara lewat pos yang dihitung belakangan. Beberapa negara bagian memberikan waktu sampai 3 hari untuk menunggu surat suara lewat pos, kalau-kalau pengiriman lewat pos terlambat.
3. Apa itu electoral college? Apa bedanya dengan popular votes?
Pilpres di Amerika sebenarnya tidak dilakukan secara langsung, tapi dilakukan oleh orang-orang yang ditunjuk khusus untuk itu. Jumlahkan 580 orang. Masing-masing negara bagian mendapat jumlah elector secara proporsional menurut besarnya penduduk. Misalnya, California, negara bagian terbesar mendapat jatah 55 elector. Florida 29, dan North Dakota 3.
Kandidat yang memenangkan suatu negara bagian, mendapatkan seluruh jatah elector di negara bagian tersebut (winner takes all), kecuali negara bagian Maine dan Nebraska. Siapa yang mampu mengumpulkan 270 elector, otomatis terpilih menjadi Presiden.
Sistem electoral college ini merupakan tradisi politik AS yang walaupun sudah kuno tapi sulit berubah. Tidak ada negara lain yang menggunakan sistem ini.
Negara kita, Indonesia, menggunakan sistem popular votes, yaitu pemilihan langsung oleh rakyat. Pemenangnya adalah kandidat yang mendapatkan suara terbanyak. Sederhana.
Sebaliknya, di Amerika, kandidat yang terpilih bisa saja mendapatkan suara lebih kecil, tapi bisa mengumpulkan 270 elector atau lebih. Contohnya, pada pilpres 2016 Donald Trump terpilih sebagai presiden, walaupun suaranya (popular votes) lebih kecil dari Hillary Clinton. Bahkan, suara Clinton mengungguli suara Trump lebih dari 2 juta suara.
4. Kenapa Trump berani mengklaim kemenangan ketika penghitungan belum selesai?
Ini memang tidak biasa, tidak sesuai dengan tradisi politik Amerika. Biasanya, pemenang belum menyatakan kemenangannya sebelum yang kalah mengakuinya. Biasanya pula, yang kalah akan menelpon pemenang, lalu menyampaikan concession speech kepada publik. Baru setelah itu pemenang menyampaikan acceptance speech, pidato kemenangan, kepada publik.
Mungkin saja Trump ingin mempengaruhi persepsi publik tentang siapa pemenangnya. Apalagi, untuk sementara dia unggul pada saat itu. Karena itu dia meminta agar penghitungan suara dihentikan. Maksudnya, surat suara lewat pos tidak perlu dihitung lagi.
Mungkin karena dia tahu pemilih yang memilih lewat pos cenderung adalah pendukung Partai Demokrat, partainya Biden. Sehingga kalau surat suara lewat pos dihitung, suara Biden akan meningkat dan bisa melampaui suara Trump.
Memang, pendukung Biden adalah pekerja kantoran kelas menengah yang sering bepergian dan sibuk, sehingga mereka cenderung memilih lewat pos. Sementara pendukung Trump adalah pekerja kasar atau petani yang lebih suka memilih di TPS.
Namun,Trump tidak punya kewenangan untuk mempengaruhi proses perhitungan apakah dilanjutkan atau dihentikan. Di AS, tidak ada KPU nasional. Penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh KPU masing-masing negara bagian.
5. Siapa yang akan memenangkan pilpres Amerika 2020 ini?
Tampaknya Biden yang akan menang, walaupun perhitungan belum selesai. Namun jalan Biden untuk mengumpulkan 270 elector semakin terbuka setelah Biden memenangkan Wisconsin dan Michigan.
Pada saat tulisan ini dibuat, Biden telah mengumpulkan 253 elector. Biden unggul sementara di Arizona (11 electors) dan Nevada (6 electors). Belum lagi masih ada kemungkinan menang di Georgia (16) dan Pennsylvania (20). Dan sisa surat suara lewat pos cenderung ke Biden.
6. Apakah pendukung Trump tidak akan marah dan mengamuk kalau Trump kalah?
Sebagian mungkin tidak bisa menerima dan protes. Mungkin juga ngamuk, karena rakyat AS memang terbelah. Tetapi rasanya tradisi dan institusi politik Amerika akan mampu mengatasi hal itu. Bahkan, Trump bisa saja maju lagi pada pilpres 2024.
Mungkin ada baiknya, Presiden Biden (jika terpilih) meniru langkah Presiden Jokowi, dan menawarkan posisi Menteri Pertahanan kepada Trump. Siapa tahu bisa mendinginkan situasi.
*Andi Mallarangeng, doktor bidang ilmu politik lulusan Northern Illinois University.
Advertisement