28 Tenaga Ad Hoc KPU Banyuwangi Diduga Langgar Kode Etik
Jumlah tenaga ad hoc KPU yang diduga melakukan pelanggaran kode etik bertambah. Dari awalnya hanya berjumlah 21 orang saat ini jumlahnya meningkat menjadi 28 orang. Penambahan ini merupakan hasil pengembangan dalam proses klarifikasi dan verifikasi serta tambahan dari rekomendasi Bawaslu Banyuwangi.
“Dari hasil klarifikasi dan verifikasi tenaga ad hoc dari Rogojampi dan Gambiran ada penambahan sebanyak 6 orang dan ada tambahan satu dari Bawaslu Banyuwangi. Sehingga totalnya 28 orang,” jelas Komisioner KPU Banyuwangi Divisi Hukum, Dian Mardiyanto, Senin, 25 Januari 2021.
Dia menjelaskan, proses pemeriksaan 27 orang tenaga ad hoc sudah tuntas dan tinggal menunggu hasil pleno untuk selanjutnya diumumkan apakah tenaga ad hoc itu terbukti melakukan pelanggaran kode etik atau tidak.
Satu orang tenaga ad hoc yang direkomendasikan Bawaslu Banyuwangi merupakan tenaga ad hoc KPU Banyuwangi yang berasal dari Tegaldlimo. Rencananya yang bersangkutan baru akan menjalani proses klarifikasi dan verifikasi pada Selasa, 26 Januari 2021. Karena rekomendasi dari Bawaslu terkait dugaan pelanggaran kode etik tenaga ad hoc dari Tegaldlimo ini baru diterima Minggu, 24 Januari 2021 malam.
“Besok pemeriksaan langsung pleno besok selesai semua,” jelasnya melalui sambungan telepon,
Untuk diketahui dugaan pelanggaran kode etik itu dilakukan dalam bentuk pose tertentu yang dianggap mengarah pada salah satu pasangan Calon Bupati dan Bupati Banyuwangi pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi 9 Desember 2020 lalu. Proses klarifikasi dan verifikasi terhadap tenaga ad hoc ini sudah dilakukan sejak 31 Desember 2020 lalu.
Proses klarifikasi dan verifikasi ini dilakukan untuk menentukan apakah benar terjadi pelanggaran kode etik atau tidak. Jika tidak ditemukan pelanggaran kode etik, maka proses akan dihentikan. Namun jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi mulai dari peringatan, sampai sanksi terberat berupa pemberhentian tetap dari penyelenggara pemilu.
“Konsekuensi pemberhentian tetap ini yang bersangkutan tidak boleh menjadi penyelenggara pemilu untuk seterusnya. Baik itu di KPU maupun Bawaslu. Akan dikeluarkan SK pemberhentian tetap,” tegasnya.