ACT Kesandung Lion Air
Oleh: Djono W. Oesman
ACT diperiksa Bareskrim Polri. Hasilnya, nilai donasi rata-rata Rp 60 miliar per bulan. Langsung dipangkas 10 sampai 20 persen untuk gaji pegawai. Dan, Kepala PPATK membenarkan itu. Kisah sedih lembaga amal.
-----------
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangan pers, Sabtu, 9 Juli 2022, mengatakan:
"Langsung, (uang amal) dipangkas atau dipotong oleh pihak yayasan ACT 10-20 persen, atau Rp 6 sampai 12 miliar untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan. Pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut."
Dilanjut: "ACT juga mengelola beberapa dana sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility) dari beberapa perusahaan, serta donasi dari masyarakat, di antara donasi masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi non-korporasi dalam negeri dan internasional, donasi dari komunitas, dan donasi dari anggota lembaga. Pada saat pengelolaannya donasi-donasi tersebut terkumpul rata-rata Rp 60 miliar setiap bulan."
Menurut Brigjen Ahmad Ramadhan, penyaluran dana CSR oleh ACT, tidak semestinya.
Sedangkan, Ketua PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Ivan Yustiavandana kepada pers, Minggu, 10 Juli 2022, menguatkan hasil penyelidikan Polri.
Ivan Yustiavandana: "Iya, ada aliran dana amal ke pribadi pengurus ACT."
Kisah sedihnya di sini:
29 Oktober 2018 terjadi kecelakaan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT- 610, rute Jakarta-Pangkal Pinang. Pesawat mengangkut 189 orang. Terdiri 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, 5 kru. Seluruh penumpang meninggal dunia.
Lalu, perusahaan pembuat pesawat yang jatuh itu, The Boeing Company, memberikan santunan Rp138 miliar kepada ahli waris keluarga korban meninggal. Penyaluran dana dilakukan ACT.
Brigjen Ahmad Ramadhan: "Dalam aktivitasnya Yayasan ACT juga menyalurkan dana sosial kemanusiaan berupa dana sosial dari beberapa perusahaan atau lembaga, di mana salah satunya penyaluran dana sosial kepada ahli waris dari korban tewas kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada tanggal 29 Oktober 2018. Total dana sosial Rp 138 miliar."
Dilanjut: "Yayasan ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial atau CSR yang diterimanya, dari pihak Boeing, kepada para ahli waris korban meninggal. Termasuk nilai, serta progres pekerjaan yang dikelola oleh yayasan ACT."
Penyelidikan Bareskrim Polri, disampaikan Brigjen Ahmad Ramadhan, begini:
"Diduga, pihak Yayasan ACT tidak merealisasikan. Atau menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing, melainkan sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf pada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi ketua pengurus/presiden dan wakil ketua pengurus atau vice president."
Di sini menyedihkan. Dana itu santunan buat keluarga orang yang sudah meninggal. Santunan kematian.
Penyidik Polri memeriksa Presiden ACT, Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT, Ahyudin pada Jumat, 8 Juli 2022. Pemeriksaan akan dilanjut pada Senin, 11 Juli 2022.
Ahyudin: "Insya Allah tak ada penyimpangan dana"
Sebaliknya, mantan Presiden ACT, Ahyudin, membantah pernyataan pihak Mabes Polri tentang dana santunan dari Boeing kepada ahli waris korban meninggal tragedi Lion Air.
Ahyudin kepada pers, Sabtu, 9 Juli 2022, mengatakan: "Insya Allah, saya pastikan tak ada penyimpangan dana kerja sama ACT dengan Boeing."
Ahyudin: "Tenggat waktu implementasi program, kalau tidak salah masih sampai akhir Juli 2022. Bahkan masih sangat mungkin bisa dinegosiasikan untuk perpanjangan waktu."
Ahyudin sudah tidak menjabat Presiden ACT sejak 11 Januari 2022. Jabatannya digantikan Ibnu Khajar.
Ahyudin: "Sejak 11 Januari 2022 saya sudah tak lagi di ACT. Jadi saya tak begitu tahu lagi, bagaimana progres program ini. Mestinya waktu 6 bulan, Januari sampai dengan Juli 2022 adalah waktu yang lebih dari cukup untuk tuntaskan implementasi program ini (uang dari Boeing)."
Menurutnya, penyaluran dana Boeing kepada para ahli waris korban meninggal, terkendala faktor pandemi Covid-19. Menyulitkan mobilitas tim implementasi.
Itu sebab, penyelidikan kasus ini oleh Polri terus berlanjut. Pemeriksaan terhadap para pihak, terus dilakukan Polri.
Menyalurkan uang amal (di lembaga mana pun, bernama apa pun) adalah tugas mulia manusia. Tugas terhormat. Penyalurnya berjasa besar bagi penerima santunan. Tapi, tugas mulia pasti banyak godaannya.
Dikutip dari Charity Watch, lembaga pengawas badan amal di Amerika Serikat, terbitan 24 Agustus 2018, disebutkan:
"Terlepas dari betapa mulia, dan dihormatinya, para pemimpin lembaga amal, mereka hanyalah manusia biasa. Dan, semua manusia bisa melakukan kesalahan."
Kalimat dari Charity Watch itu, cuma mengingatkan. Agar lembaga amal mana pun, di mana pun, berhati-hati dalam tugas.
ACT belum dinyatakan bersalah oleh Polri. Belum ada tersangka. Masih diproses penyelidikan. Meskipun, Brigjen Ahmad Ramadhan sudah mengatakan begitu.
Para ahli waris korban meninggal tragedi Lion Air Boeing JT610 harus tetap bersabar. Menunggu hasil penyelidikan akhir Polri.