Abu Yarbo Mestinya Jadi Guru, Tapi Dia Pilih Jadi Loper Koran
Hingga hari Sabtu siang, kabar duka dan doa untuk wartawan senior Abu Bakar Yarbo masih terus bermunculan. Di grup-grup WhatsApp para wartawan terutama, doa dari kawan-kawannya belum juga berhenti. Membuat debat panas soal politik yang biasanya berlangsung seru sejenak terhenti. Seolah menyadarkan kembali bahwa kita masih dalam suasana pandemi.
Demikian juga di akun Facebooknya, Aby Bakar Yarbo, rasa kehilangan dari kawan-kawannya, baik kawan nyata maupun teman maya masih belum selesai. Foto kenangan teman atau kerabat saat berpose dengan Abu yang terus bermunculan, menunjukkan bahwa Abu memiliki teman yang banyak sekali. Mereka semua merasa kehilangan. Karangan bunga juga banyak berdatangan di rumah duka di Perumahan Magersari Blok BS, Sidoarjo.
Abu dimakamkan Jumat malam, di pemakaman Islam Magersari, tak jauh dari Masjid Agung Sidoarjo. Dia meninggal Jumat kemarin pukul 19.20, akibat Covid-19, setelah enam hari dirawat di RSKI (Rumah Sakit Khusu Inveksi) RS Universitas Airlangga. Abu Yarbo, panggilan akrabnya, dinyatakan terpapar covid sepulang dari mengikuti rombongan KONI Jatim melakukan kunjungan kerja ke Papua, sebagai persiapan PON 2021 yang berlangsung Oktober mendatang.
Dari tempatnya dirawat, tanggal 13 Februari Abu masih sempat memposting foto yang menunjukkan jarum infus ditusukkan ke tangan kirinya. Dia menulis; Mohon doanya sahabat fb semua. Sejak semalam saya dinyatakan terkonfimasi POSITIF COVID-19. Semoga saya diberi kekuatan dan kesabaran supaya dpt menjalani ujian yg maha berat ini dengan baik.
Itulah postingan terakhir Abu, yang segera saja disusul dengan postingan teman dan kerabatnya yang mendoakan agar Abu tabah dan segera sembuh dari penyakitnya.
Sehari sebelumnya, tanggal 12 Februari, Abu memposting foto beberapa bungkus obat-obatan. Ada enam bungkus plastik berisi obat, disertai tulisan; Ya Allah Ya Rabbi Sembuhkanlah Hamba Ini.
Sebenarnya sebelum terbang ke Papua tanggal 1 Februari bersama rombongan KONI Jatim, Abu Yarbo telah melakukan tes swab PCR dan dinyatakan negatif. Demikian juga selama berada di Papua kembali melakukan tes swab, dilanjutkan dengan tes swab PCR lagi begitu dia dan rombongan mendarat kembali di Surabaya tanggal 6 Februari.
Tetapi setelah beberapa hari berada di rumah suhu badannya meningkat, lambung terasa sakit, dia kemudian melakukan tes swab PCR untuk kesekian kalinya. Hasilnya positif. Keesokan harinya, tanggal 13 Februari dia segera masuk rumah sakit.
Abu Yarbo ikut rombongan ke Papua, karena memang dia tercatat sebagai pengurus KONI Jatim, bagian Humas dan Media. Dia juga menjadi salah satu pengurus PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jawa Timur.
Sudah beberapa tahun ini, setelah resign dari Harian Memorandum tahun 2009, Abu membuat dan memimpin majalah bulanan 'Pro M' yang berisi tulisan-tulisan features, human interest serta tokoh-tokoh yang menginspirasi. Dia menyewa sebuah ruangan di lingkungan PWI Jatim, ruangan yang setiap harinya dijadikan tempat nongkrong banyak wartawan senior di Surabaya. Tanpa Abu di ruangan itu, juga di kantor PWI Jatim, tentu tiada lagi tawa dan tidak lagi terasa ceria. Agak janggal jadinya PWI Jatim tanpa Abu Bakar Yarbo.
Abu orangnya memang terbuka. Selain humoris. Karena itu dia memiliki banyak teman dari berbagai kalangan. Wajahnya memang nampak garang, tetapi selalu dihiasi dengan senyuman.
Abu Bakar Yarbo lahir di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, 12 Oktober 1962. Meskipun masuk wilayah Sulawesi Utara, tetapi Bolaang Mongondow lebih dekat dengan Provinsi Gorontalo, sehingga banyak yang mengira dia orang Gorontalo. Kalau pulang kampung untuk menjenguk ibunya, Suwarni, Abu mendaratnya di Gorontalo, bukan Manado. Ayahnya, Akhmad Yarbo, sudah lama meninggal dunia.
Abu mengawali kariernya sebagai wartawan tahun 1986 di Surabaya, dengan bergabung Harian Memorandum milik Agil H. Ali, mantan Ketua PWI Jawa Timur. Dengan Agil yang wafat 11 November 2007, Abu tidak memiliki hubungan darah, tetapi punya hubungan keluarga. Saudara Abu yaitu Hasan Yarbo, menikah dengan kakak perempuan Agil, Cik Nuriyati.
Hasan Yarbo yang pindah ke Palu karena menikah dengan perempuan Palu, oleh Agil dipercaya untuk menjadi agen Harian Memorandum yang terbit pertama kali tahun 1982 setelah sebelumnya terbit dalam format dan nama Mingguan Mahasiswa. Saat saudaranya jadi agen Memorandum di Palu inilah Abu membantu sebagai loper, mengantarkan koran ke para pelanggan, sambil kuliah di IKIP Palu, yang sekarang ganti nama menjadi Universitas Negeri Tadulako.
Menyelesaikan S1 jurusan pendidikan di Palu, mestinya Abu jadi guru. Tapi dia sama sekali tidak tertarik jadi guru. Kesempatan menjadi pengajar justru diberikan kepada kerabatnya yang lain.
"Iya, waktu itu Abu memang memilih jadi loper Memorandum di Palu. Dia bekerja sangat rajin dan serius. Karena itu ketika tahun 1986 Pak Agil minta saya untuk mencarikan anak-anak dari Palu atau dari mana saja untuk dijadikan wartawan, saya mengusulkan nama Abu. Saya ceritakan bahwa Abu ini rajin sekali bekerja, dan masih terhitung keluarga juga. Pak Agil setuju, kemudian saya yang waktu itu sudah bekerja di bagian percetakan di Memorandum segera menguhubungi Abu, memintanya untuk berangkat ke Surabaya," cerita Moch Rusli Boiran, keponakan almarhum Agil H. Ali, yang sekarang tinggal di Blitar.
Akhir 1986, berangkatlah Abu ke Surabaya. Naik kapal dari Palu ke Surabaya, dengan waktu tempuh empat hari, ketika itu. "Tiba di Surabaya dia segera saya ajak bertemu Pak Agil di kantor Jl. Pahlawan. Sejak itu dia jadi wartawan Memorandum sampai tahun 2009 kalau gak salah. Dia mengundurkan dari Memorandum setelah dua tahun Pak Agil meninggal," cerita Moch. Rusli Boiran.
Tahun 1994, saat masih bekerja di Memorandum itu, Abu menikah dengan Nurain Ponto, yang setahun kemudian memberinya anak tunggal, Fariz Yarbo. Fariz yang lulus dari Stikosa AWS kini mengikuti jejak ayahnya jadi wartawan dengan bergabung di Ngopibareng.Id.
Kini, tak ada lagi kisah-kisah Aby Bakar Yarbo di Fecebook. Tak ada lagi 'teror' Abu melalui FB kepada teman-temannya soal lezatnya buah durian. Juga tak ada lagi iming-iming dari dia tentang nikmatnya udang, kepiting, ikan bakar dan lobster.
Tidak berarti Abu tidak pernah menulis isu politik di akunnya. Pernah, karena ketika masih aktif di Memorandum dia termasuk wartawan bidang politik yang jadi andalan pemimpin redaksi Agil H. Ali. Tetapi mungkin untuk menghindari perdebatan, dia boleh dibilang jarang sekali memposting isu politik. Kalau menulis, itupun ditulisnya dengan ringan dan satir.
Misalnya; Ingin tahu aja, apakah cukup dgn minta maaf persoalan selesai. Atau tetap diproses hukum org yg rasis thdp Natalius Pigai. Beranikah polisi memprosesnya? Atau, pada 10 Januari lalu dia menulis;Tiba-tiba teringat HARUN MASIKU Kira-kira gimana kabarnya beliau sekarang ya?
Tapi memang, kebanyakan postingan Abu di medsos lebih banyak tentang kuliner, terutama durian. Sampai-sampai foto profilnya yang dipasangpun dia sedang memegang buah durian sudah terbelah. Boleh dibilang, tiada pekan bagi Abu yang tanpa makan buah durian. Di manapun dia bergerak, dia selalu memposting foto saat menikmati buah durian. Dia termasuk pecandu berat buah durian. Beberapa orang temannya sempat mengungkapkan kekhawatirannya mengingat usianya. Benar, menurut keluarga, kadar kholesterol dalam darahnya lumayan tinggi juga.
Kalau saja di Papua ada buah durian, apalagi sedang musimnya, dari sana dia pasti akan memposting foto sedang makan buah durian. Tetapi tidak. Tanggal 4 Februari dia mengunggah foto dirinya sedang menjalani tes swab PCR. Ini swab ketiga yang dijalaninya dalam waktu sepekan. Di atas foto dia menulis; Di manapun, kapanpun bergerak sedikit hidung jadi korban.
Tanggal 6 Februari, dia mengunggah foto ketika dia bersama rombongan KONI Jatim hendak naik ke pesawat Citilink di Bandara Sentani Jayapura untuk terbang kembali ke Surabaya. Juga ada foto ketika dia sudah duduk di dalam pesawat, dengan tetap bermasker. Narasi yang menyertai tiga foto ini; Bismillah...semoga diberi kelancaran dan keselamatan hingga tiba di rumah. Aamiiin.
Sebelumnya, tanggal 4 Februari, dia mengunggah foto sedang meloncat ceria di tengah jalan, dengan pengambilan foto seolah dia sedang terbang. Di atas foto dia menulis; Horeee...aku bisa terbang.
Mudah-mudahan Abu Bakar Yarbo husnul khotimah, dan sekarang sudah terbang ke surga. (m. anis)