Penyebar Hoax MCA Bertentangan denganFikih Informasi Muhammadiyah
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan mengungkap sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Fadil Imran mengatakan, para pelaku tergabung dalam grup WhatsApp The Family Muslim Cyber Army (MCA).
Menanggapi hal itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan, pembentukan MCA terlalu berlebihan, dan penggunaan istilah tersebut menggambarkan situasi yang sesungguhnya berbeda dengan realitas yang sedang dihadapi masyarakat.
“Sesungguhnya umat Islam tidak dalam kondisi sedang berperang atau dalam posisi memerangi siapapun dan tidak perlu melakukan itu, karena hal itu bukan karakter orang Islam,” tegas Mu’ti, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Sabtu (3/3/2018).
Islam, lanjut Mu’ti, adalah agama yang mengajarkan kita untuk senantiasa menebarkan kebaikan, kebajikan, perdamaian, terutama menebarkan kebajikan yang benar dengan betutur kata yang benar, baik dan bermanfaat.
“Maka secara organisasi itu tidak merepresentasi dari umat Islam, dan karena itu maka sekali lagi sebaiknya model gerakan seperti ini tidak menjadi gerakan pilihan bagi umat Islam, masih ada banyak gerakan lain yang lebih damai dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” imbuh Mu’ti, yang sebelumnya mengisi Talkshow Filantropi Pemberdayaan Umat kerjasama Muhammadiyah, Tahir Foundation, dan UGM, Kamis (1/3) di Grha Sabha Pramana UGM.
Mu’ti juga menegaskan bahwa gerakan yang dilakukan oleh MCA tersebut sangat bertentangan dengan fikih informasi Muhammadiyah.
“Kelompok tersebut telah menyalahgunakan informasi dan teknologi informasi yang justru bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat, dan itu juga menjadi keprihatinan kita bersama, dan juga telah melenceng dari fikih informasi yang telah digagas Muhammadiyah,” tegas Mu’ti.
Mu’ti berharap pihak yang berwajib dapat menyelesaikan persoalan ini dengan professional.
“Di negara ini tidak ada seorang pun yang kebal hukum, dan oleh karena itu, maka kalau polisi menindak ada alasan sesuai UU ITE yang kita miliki, tetapi catatannya polisi harus profesional, menindak secara adil sesuai hukum yang berlaku dan tindakan polisi ini harus berlaku untuk semua, jangan hanya berlaku untuk kelompok agama tertentu di Indonesia,” pungkas Mu’ti. (adi)