Abdul Mu'ti: Nilai Juru Dakwah, Jangan Hanya Asal Populer
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, saat ini banyak ustaz yang pemahaman agamanya masih rendah. Terlepas dari fenomena pendakwah yang berganti nama mengemuka setelah Soni Eranata, yang menggunakan nama Ustadz Maaher At Thuwailibi, ditangkap polisi.
“Soal ustaz yang ganti nama, juga hal yang biasa. Sayangnya, sekarang ini banyak ustaz atau pendakwah karbitan yang penguasaan ilmu agamanya dangkal dan akhlak yang tidak bisa menjadi teladan.
"Banyak orang yang tiba-tiba mengklaim dirinya sebagai ustaz beberapa saat setelah ‘hijrah’,” ujar Abdul Mu’ti.
Menurut Mu’ti, masyarakat harus mulai cerdas menilai pendakwah atau penceramah. Jangan hanya sebatas melihat bahwa pendakwah tersebut populer.
“Ganti nama atau tidak, semua berpulang pada masing-masing. Masyarakat, khususnya umat Islam, sebaiknya kritis dan cerdas dengan menilai ceramah dari kebenaran isi ajaran, bukan melihat popularitas dai atau ustaz,” ujarnya.
Mu’ti menjelaskan perubahan nama dalam Islam sering terjadi, sehingga bukan sesuatu hal yang baru kali ini terjadi.
“Sejak jaman Nabi, banyak sahabat yang memiliki julukan selain dari nama aslinya. Nabi Muhammad, juga disebut Abul Qasim. Demikian halnya dengan sahabat Abu Hurairah. Banyak ulama yang lebih dikenal dengan nama daerah atau tempat tinggalnya, seperti Al-Ghazali, Al-Qurthubi, dan lain-lain,” ucapnya.
Kemudian, dalam tradisi di Indonesia, nama berubah atau diganti jika terjadi sesuatu pada orang tersebut, seperti setelah menunaikan haji atau menjadi mualaf.
“Dalam tradisi Islam Indonesia, seseorang biasanya berganti nama setelah menunaikan ibadah haji, masuk Islam, atau mengalami konversi keagamaan. Secara spiritual seseorang berganti nama sebagai identitas keagamaan, menjadi atau terlahir kembali (reborn) sebagai muslim,” ucapnya.
“Dengan nama baru itu, seseorang berusaha menjadi lebih baik dalam hal beragama dan berperilaku. Berganti nama itu tidak ada tuntunan dalam agama. Semuanya lebih sebagai tradisi. Akan tetapi, jika penggantian nama itu permanen, harus dicatat di lembaga berwenang,” kata Abdul Mu'ti.
Advertisement