Abdul Mu'ti: Jaga Kedaulatan Budaya dan Penegasan Keindonesiaan
Dalam kaitan sumpah pemuda ada kaitan penting dengan ke Indonesiaan dan hubungannya dengan kedaulatan. Sumpah Pemuda, menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menjadi satu diantara 3 peristiwa penting yang berkaitan dengan kedaulatan. Selain proklamasi kemerdekaan 1945 dan kedaulatan wilayah.
“Kalau misalkan tiga peristiwa yang berkaitan dengan tonggak penting sejarah Indonesia itu dikaitkan dengan peran para kader dan tokoh Muhammadiyah, maka dalam tiga persitiwa itu kita bisa melihat para kader Muhammadiyah memiliki kontribusi yang sangat bermakna,” ungkap Abdul Mu’ti, Senin 19 Oktober 2020.
Peran kader dan tokoh Muhammadiyah dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki peran yang sangat bermakna. Dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang bertema “Sumpah Pemuda dan Wawasan Kebangsaan Muhammadiyah”, Mu’ti menyebut Sumpah Pemuda adalah proses menjaga kedaulatan budaya dan penegasan ke-Indonesiaan.
Dalam konteks kedaulatan budaya, menurutnya adalah hal penting yang harus dipahami dalam membangun wawasan kebangsaan. Dalam prosesnya, pemuda tidak boleh menghilangkan identitas kedaerah termasuk identitas ke-Islamannya, tetapi dengan identitas itu pemuda masih tetap bisa menjadi Indonesia. Dari sini dapat dipahami bahwa persatuan itu bukan berarti penyeragaman.
“Persatuan itu tetap mengakomodir adanya keragaman, bahkan keragaman itu yang membuat persatuan menjadi lebih kuat,” imbuhnya.
Sehingga, tidak bisa dikatakan tarian-tarian daerah itu murni milik daerah tersebut, tetapi milik Indonesia yang diberikan oleh satu daerah sebagai bagian dari khasanah ke-Indonesiaan. Termasuk Bahasa Melayu yang menjadi lingua franka yang menghubungkan masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, dan bahasa daerah.
“Tapi yang menarik dari Bahasa Melayu itu adalah banyak pengaruh Bahasa Arab, sehingga banyak kosa kata memiliki kesamaan. Dari para tokoh waktu itu menjadikan Islam sebagian dari niali dan melakukan inkulturasi Islam sehingga simpul dan ekspresi ke-Islaman itu bisa diterima oleh semua kalangan tanpad ada resistensi dan keberatan dalam menggunakannya,” urai Mu’ti.
Mu’ti menambahkan, ekspresi bahasa tidak bisa dilepaskan dari ritual ibadah yang menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Misalnya pengunaan istilah ‘ba’da dhuhur’ ketika membuat janji, ungkapan ‘ba’da dhuhur’ menjadi universal bagi semua orang beragama apapu bisa menggunakan, padahal istilah dhuhur merupakan istilah yang kental dengan Islam.
Advertisement